Lalu, pada bulan Mei kWh meter sudah kembali dibaca petugas langsung di lokasi pelanggan dengan pemakaian naik sebesar 373 kWH, sehingga tagihan melonjak dan seharusnya yang mesti dibayar adalah sebesar Rp 504.296, naik sebesar Rp 390.728 dari tagihan bulan Mei.
Kemudian, XY pada tagihan Juni memperoleh relaksasi sebesar 40 persen. Jadi Rp 390.728 dikali 40 persen menjadi Rp 156.291. Sehingga, tagihan yang perlu dibayarkan hanya sebesar Rp 113.568 ditambah Rp 156.291, yakni Rp 269.859.
"Sisa 60 persen akan ditambahkan ke tagihan bulan Juli, Agustus dan September masing-masing sebesar 20 persen atau Rp 78.146 setiap bulannya," kata Putri.
Baca juga: Mengintip Kekayaan yang Dimiliki Prabowo Subianto
Pada bulan Juni petugas tetap membaca di lokasi pelanggan dan tercatat pemakaian pelanggan sebesar 208 kWH atau masih lebih besar dibanding sebelum ada Covid-19, dengan tagihan sesungguhnya sebesar 208 kWh dikalikan Rp 1352 per kWh sama dengan Rp 281.216.
Namun, ada tambahan cicilan relaksasi sehingga tagihan Juli menjadi Rp 281.216 ditambah Rp 78.146 menjadi Rp 359.362.
Jika ditambahkan dengan pajak penerangan jalan atau PPJ sebesar 3 persen dari tagihan sebelum penambahan relaksasi, maka tagihan total sebesar Rp 367.798.
"Besaran PPJ tiap daerah berbeda tergantung penetapan pemerintah daerah setempat," ucap Putri.
Baca juga: Ini Tanggapan Tokopedia soal Bocoran Data Pengguna yang Beredar di Facebook
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.