Cantrang yang banyak digunakan saat ini juga tak lagi ditarik menggunakan katrol manual dengan tangan. Namun sudah diganti dengan mesin. Untuk menarik tali panjang yang mengait jaring dengan ukuran yang besar, harus ditarik dengan kapal dengan tonase besar.
Modifikasi cantrang dan sejenisnya yang marak sehingga menggerus sumber daya ikan. Dampak lain, timbul konflik antarnelayan cantrang dan nelayan tradisional.
Dikutip dari Harian Kompas, Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia Cirebon Budi Laksana menyampaikan, penggunaan kapal cantrang yang marak di masa lalu terbukti menyebabkan konflik dengan nelayan tradisional di sejumlah daerah.
Baca juga: Menteri Edhy Soal Cantrang: Ini Bukan Bicara Perusahaan Besar
Penggunaan cantrang yang tidak terkendali membuat hasil tangkapan nelayan tradisional merosot. Cantrang yang tergolong alat tangkap pukat tarik memiliki banyak varian dan penyebutan di daerah, seperti arad, garok, dan dogol.
Kapal cantrang dan sejenisnya banyak memasuki wilayah tangkap nelayan kecil dan tradisional. Konflik pernah terjadi di Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Jawa.
Budi mencontohkan, arad yang mengeruk berbagai jenis ikan juga digunakan nelayan kapal kecil dengan jangkauan tangkapan terbatas. Akibatnya, terjadi benturan dengan nelayan tradisional.
”(Perikanan) Berkelanjutan penting. Korban konflik antarnelayan akibat alat tangkap telah terjadi di beberapa daerah,” kata Budi.
Menteri KKP, Edhy Prabowo, mengungkapkan dirinya punya alasan melegalkan cantrang. Kata dia, cantrang juga menyangkut hajat hidup nelayan-nelayan kecil tradisional. Pelegalan cantrang sangat diperlukan untuk menyerap banyak tenaga kerja.
Baca juga: Aliansi Nelayan Sumut: Melegalkan Cantrang Adalah Suatu Ancaman Besar
"Dari pada awak-awak kita kerja jadi ABK di luar negeri, lebih baik mereka kerja di negeri sendiri. Kita awasi dan atur penggajiannya sehingga mereka diperlakukan secara baik," kata Edhy," dikutip dari Antara.
Edhy menyebutkan, potensi perikanan Indonesia sangat besar sehingga sayang bila tidak dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Semangat kami bukan karena tidak suka dengan aturan yang dulu. Semangat kami adalah ingin memanfaatkan secara maksimal potensi yang ada untuk kesejahteraan rakyat," ujar dia.
Edhy juga menampik bahwa penggunaan cantrang merusak ekosistem karang. Untuk memastikan keputusan yang diambil tidak salah, lanjut Edhy, pihaknya sudah menemui para ahli kelautan, pelaku usaha, hingga nelayan cantrang.
Baca juga: Menteri Edhy Bantah Terlibat Tentukan Eksportir Benih Lobster
Ia mengungkapkan, penggunaan cantrang ke depannya akan diatur berdasarkan zonasi penangkapan agar tidak ada lagi singgungan antara nelayan besar dan kecil. Selain itu, panjang tali cantrang hingga ukuran jaring juga diatur untuk menghindari eksploitasi sumber daya laut.
"Kata siapa cantrang enggak benar? Mana mungkin, Pak, saya punya alat tangkap (cantrang) mau taruh di terumbu karang. Ya robek, lah. Cantrang nangkap untuk dasar laut yang berlumpur saja" kata dia.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Sumber Daya Ikan KKP, Trian Yunanda menjelaskan, karakteristik alat tangkap cantrang berbeda dengan trawl.
Saat ikut serta dalam mobilisasi kapal bercantrang ke Natuna Utara, dia melihat cantrang tidak merusak karena tahu persis bedanya cantrang dengan trawl.
"Orang bilang cantrang merusak. Malah cantrang hasil tangkapannya agak sulit di sana (Natuna Utara). Itu terpengaruh dengan arus yang kuat. Ini membuktikan cantrang itu beda karakteristiknya dengan trawl," ungkap dia.
Baca juga: Ini Kekayaan Pemilik Susi Air dan Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.