Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembudidaya Pertanyakan Realisasi Kerja Sama dengan Eksportir Benur

Kompas.com - 07/07/2020, 13:20 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengaku belum ada langkah konkret dari eksportir untuk mengajak pembudidaya benih lobster bekerja sama.

Ketua Harian DPP KNTI, Dani Setiawan mengatakan, banyak nelayan maupun pembudidaya di daerah Lombok Timur melaporkan belum ada eksportir benur yang mengajak kerjasama dalam budidaya lobster.

Padahal, dalam peraturan yang dikeluarkan KKP, eksportir wajib melalukan budidaya yang ditunjukkan dengan sudah panen secara berkelanjutan dan telah melepasliarkan 2 persen lobster dari hasil budidaya dengan ukuran sesuai hasil panen.

Baca juga: Ada Politisi Gerindra di Balik Eksportir Benur, Menteri Edhy: Tidak Masalah, Saya Siap Dikritik

Hal itu diatur dalam Keputusan DJPT Nomor 48 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Benih Bening Lobster (Puerulus) di Wilayah WPP-NRI.

"Implementasi dari Peraturan Menteri (yang mewajibkan eksportir) bermitra dengan nelayan dan pembudidaya, dari laporan anggota kami sebenarnya belum ada yang konkret," kata Dani kepada Kompas.com, Selasa (7/7/2020).

Dia pun mempertanyakan mengapa sudah ada eksportir yang telah mengekspor benih lobster. Padahal budidaya hingga panen lobster siap konsumsi membutuhkan waktu berbulan-bulan.

"Seharusnya satu kelompok pembudidaya bisa didatangi puluhan perusahaan yang nawarin kerjasama. Tapi sampai sekarang belum ada yang terealisasi, tiba-tiba sudah ada orang ekspor benih," ungkap Dani.

Baca juga: Menteri Edhy Soal Eksportir Benih Lobster: Siapa yang Mendaftar, Kami Terima...

Untuk itu, KNTI meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo kembali mengawasi para eksportir. Bahkan jika perlu, KKP harus membuat peraturan turunan yang lebih rinci dan mengikat.

"Sejak awal KNTI mendorong Permen ini harus diorientasikan untuk pengembangan budidaya lobster di Indonesia, karena itu masa depan. Lobster kita sudah punya sumber dayanya, kalau dimanfaatkan untuk membesarkan industri lobster di negara lain, ekonomi kita enggak punya budidaya yang besar nantinya," pungkas Dani.

Sebelumnya, Menteri Edhy menjelaskan ada alasan diizinkannya ekspor benih lobster. Alasan utamanya adalah faktor kemanusiaan karena banyak nelayan yang menggantungkan hidupnya pada benur.

Berdasarkan kajian akademik yang dipaparkan Edhy, benih lobster hanya bisa hidup 0,02 persen jika dibiarkan hidup di alam. Artinya, dari 20.000 benih lobster, hanya sekitar 1 ekor lobster yang tumbuh hingga dewasa.

Baca juga: Edhy Prabowo: Seekor Lobster Bisa Bertelur Hingga 1 Juta

Sementara jika dibudidaya, angka hidup lobster bisa melonjak jadi 30 persen, 40 persen, bahkan 70-80 persen tergantung jenis budidayanya.

Terkait eksploitasi yang banyak dikhawatirkan, Edhy yakin tidak akan terjadi eksploitasi berlebihan. Sebab setiap eksportir diwajibkan untuk menaruh kembali sekitar 2 persennya yang siap hidup.

Perusahaan pun diatur untuk membeli benih lobster seharga Rp 5.000 per ekor dari nelayan. Bila harganya lebih rendah dari itu, Edhy tak segan-segan mencabut izinnya.

"Kontrolnya sangat mudah, semua terdata. Di mana tempatnya, posisinya, dimana berusahanya. Yang kami wajibkan pertama kali bukan ekspor benihnya, Ekspor pada waktunya akan dihentikan begitu budidaya kita sudah mampu," papar Edhy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com