JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja kembali mendapat penolakan. Kali ini, penolakan datang dari gabungan pekerja yang tergabung dalam Persatuan Pegawai Indonesia Power (PP Indonesia Power) yang ditujukan khusus kepada klaster ketenagalistrikan yang tercantum dalam RUU tersebut.
Sekretaris Jenderal PP Indonesia Power Andy Wijaya mengatakan, ketenagalistrikan merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi kepentingan nasional. Namun, menurutnya melalui RUU Cipta Kerja, hal tersebut dapat tercederai.
"Ada beberapa hal penelitian kami di serikat, RUU Cipta Kerja berbahaya di sektor ketenagalistrikan," katanya dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (9/7/2020).
Baca juga: Ingin Tahu Rincian Tagihan Listrik? Ini Cara Akses Invoice Tagihan PLN
Salah satu pasal RUU Cipta Kerja yang dianggap dapat merugikan negara ialah, dicantumkan kembalinya Pasal 10 (2) dan Pasal 11 (1) Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Kedua pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut, memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk berperan aktif dalam mengoperasikan sektor ketenagalistrikan.
"Jadi sektor ketenagalistrikan harus dikuasai negara. Kami melihat di Omnibus Law menghilangkan fungsi kewenangan negara," tuturnya.
Kemudian, Andy juga menyoroti beberapa pasal yang dapat menghapus hak DPR dalam pengambilan keputusan kebijakan ketenagalistrikan.
Misalnya dalam Pasal 43 (1) RUU Cipta Kerja menyebutkan, rencana umum ketenagalistrikan nasional disusun berdasarkan kebijakan energi nasional dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Baca juga: PLN Jelaskan Hitungan Tagihan Listrik Juli yang Membengkak
Bukan hanya itu, RUU Cipta kerja juga berpotensi menghilangkan hak DPR untuk berpartisipasi aktif dalam menentukan tarif listrik.
Pasal 34 (1) RUU Cipta Kerja menyebutkan, pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen. Padahal, di dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 menyebutkan, pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan DPR RI.
"Jadi nanti tarif itu oleh pemerintah tanpa campur tangan," katanya.
Oleh karenanya, Andy mendorong agar pembahasan RUU Cipta Kerja tidak dilanjutkan.
"Itu yang menjadi dasar kami menolak RUU sub klaster ketenagalistrikan," ucapnya.
Baca juga: Penjelasan PLN Soal Tagihan Listrik yang Kembali Membengkak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.