Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah VOC Belanda Perusahaan Terkaya Sejagat dan Kalahkan Apple?

Kompas.com - 12/07/2020, 13:13 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bicara perusahaan dengan nilai termahal di dunia, seringkali dikaitkan dengan para raksasa teknologi seperti Google, Apple, Microsoft, hingga Amazon.

Perusahaan dengan nilai paling mahal di dunia juga biasanya identik dengan perusahaan minyak multinasional seperti Saudi Aramco atau ExxonMobil.

Belakangan, muncul anggapan kalau perusahaan paling mahal di dunia yang dicatat sejarah sejauh ini adalah VOC atau Verenidge Oost Indische Compagnie yang pernah beroperasi di Indonesia sejak 400 tahun yang lalu.

Di Indonesia, nama VOC bisa dibilang begitu familiar lantaran ikatan sejarah Indonesia pra-kemerdekaan. VOC yang kerap diidentikan dengan kompeni ini adalah perusahaan kongsi dagang Belanda yang dulunya bermarkas di Amsterdam.

Baca juga: 7 Instansi Pemerintah Paling Kaya dari Kepemilikan Aset

Bisnis utamanya yakni mencari sumber daya, terutama rempah-rempah di Nusantara, dan kemudian memperdagangkannya ke pasar Eropa.

Dalam praktiknya, VOC yang juga dikenal memiliki ribuan tentara bayaran ini, memaksakan monopoli perdagangan rempah kepada para penguasa di Nusantara.

Dilansir dari Business Insider, Minggu (12/7/2020), VOC diberikan hak istimewa oleh Kerajaan Belanda untuk melakukan monopoli dan perhubungan penguasa-penguasa di Nusantara, termasuk memerangi penguasa setempat.

Meski statusnya perusahaan dagang, VOC diberikan wewenang oleh Kerajaan Belanda untuk merekrut tentara.

Baca juga: Fakta GBK, Aset Negara Bernilai Paling Mahal, Sebagian Dikelola Swasta

Kewenangan-kewenangan istimewa inilah yang membuat VOC dengan cepat berkembang menjadi perusahaan raksasa dan meraup keuntungan besar dari perdagangan rempah-rempah.

Bangkrut karena korupsi

VOC sendiri berumur sekitar 200 tahun, perusahaan dagang ini kolaps karena kerugian akut serta korupsi yang merajalela. Asetnya kemudian dialihkan ke pemerintah Kolonial Belanda. Selama masa puncak kejayaannya, VOC bernilai 78 juta gulden Belanda, yang berarti nilainya di zaman modern setara dengan 7,9 triliun dollar AS (setelah disesuaikan dengan inflasi).

Sebagai perbandingan lain, nilai kongsi dagang Belanda ini setara dengan gabungan PDB Jepang dan Jerman di era modern saat ini.

Komparasi lain, menurut Business Insider, yakni VOC setara dengan nilai dari 20 perusahaan dengan kapitalisasi terbesar dunia yang meliputi Apple, Microsoft, Amazon, ExxonMobil, Barkshire Hathaway, Tencent, dan Well Fargo.

Baca juga: Penasaran Kenapa APBN Selalu Defisit dan Ditambal dengan Utang?

Jika menggunakan hitungan tersebut, nilai perusahaan VOC tersebut baru bisa dilampaui gabungan 20 perusahaan termahal sejagat yang masih eksis saat ini. 

Di masa keemasannya, VOC tercatat memiliki 70.000 karyawan, jumlah yang tergolong sangat besar di masanya saat itu.

Dengan asumsi nilai VOC di masa kejayaannya senilai 78 juta gulden Belanda, artinya sejauh ini belum ada perusahaan raksasa yang bisa menyamai nilai dari kongsi dagang VOC.

Jika disesuaikan angka inflasi saat ini, Saudi Aramco pernah mencapai nilai 4,1 triliun dollar AS pada tahun 2010, lalu PetroChina pernah melampaui 1,4 trilun dollar AS pada tahun 2007.

Berikutnya Standard Oil yang pernah menjadi penguasa minyak dunia bernilai setidaknya 1 triliun dollar AS, dan Microsoft pada tahun 1999 hanya bisa mencapai 912 miliar dollar AS.

Baca juga: Bagaimana Ekonomi Timor Leste Setelah 18 Tahun Merdeka dari Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com