Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stafsus Sri Mulyani Bicara Soal Turunnya Besaran Pesangon di RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 14/07/2020, 20:08 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Antara

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah akan mengatur pesangon dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Perhitungan pesangon tersebut diatur dalam Bab IV mengenai Ketenagakerjaan Pasal 156.

"Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja," bunyi pasal 156.

Kendati demikian, perubahan itu memunculkan penolakan dari sejumlah kalangan aktivis buruh atau pekerja. Dalam Undang-undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pesangon diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja yang terkena PHK dengan besaran maksimal hingga 32 kali upah bulanan.

Sementara dalam RUU Cipta Kerja, pemberian pesangon maksimal sebesar sembilan kali upah bagi buruh yang masa kerjanya 8 tahun atau lebih.

Baca juga: PNS Mengeluh Tabungan Tak Bisa Cair Setelah Bapertarum Jadi Tapera

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, mengungkapkan besaran pesangon memang diperkecil. Namun pekerja masih bisa mendapatkan manfaat lain dalam RUU Cipta Kerja.

"Terkait pesangon yang jumlahnya diperkecil, pemerintah menawarkan unemployment benefit yang justru lebih menjamin keberlangsungan pekerja," jelas Yustinus seperti dikutip dari Antara, Selasa (14/7/2020).

Komponen upah yang digunakan pemerintah sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap.

Perhitungannya, besaran pesangon disesuaikan dengan masa kerja. Semakin lama bekerja, semakin besar pula jumlah pesangon yang didapatkan.

Baca juga: Masih Bingung Apa Itu Omnibus Law?

Perolehan pesangon terkecil yakni pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun dengan hanya mendapatkan upah satu bulan. Lalu terbesar yakni masa kerja delapan tahun lebih dengan besaran pesangon sebesar sembilan bulan upah.

Sementara untuk perhitungan uang penghargaan juga mengacu pada jumlah masa kerja. Jumlah tertinggi yakni 21 tahun lebih dengan besaran uang penghargaan delapan bulan upah.

Lalu dengan masa kerja antara 3-6 tahun, besaran yang penghargaan yang didapat sebesar 2 bulan upah.

Nasib Outsourcing

Ia juga menyinggung soal status pekerja outsourcing atau alih daya. Di RUU itu juga memuat bahwa perlindungan buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab di perusahaan alih daya.

 

Pasal di RUU Omnibus Law yang mengatur buruh outsourcing ini berbeda dengan yang tertera di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca juga: Polemik Tapera: Pensiunan PNS Tak Bisa Cairkan Duit Tabungan Perumahan

"Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu," bunyi Pasal 66 ayat (1).

Kata Yustinus, soal status pekerja outsourcing sebenarnya juga masih digodok pemerintah yang juga melibatkan perwakilan serikat buruh.

"Soal outsourcing, saya rasa ini tetap bisa dikomunikasikan jalan tengahnya," ujar dia.

Pasal di RUU Omnibus Law yang mengatur buruh outsourcing ini berbeda dengan yang tertera di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Baca juga: 5 Fakta Baru Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 4

Dalam regulasi lama itu, pekerja alih daya secara tegas tidak boleh dipekerjakan untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi.

"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi" bunyi pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Yustinus mengklaim, RUU ini mengakomodasi kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) sehingga mendatangkan investasi dan menjamin keberlanjutan, serta memberikan kemudahan akses modal untuk UMKM.

"Perizinan yang mempersulit dihilangkan, terutama untuk usaha yang tidak berisiko tinggi. Pelaku UMKM juga coba di-mainstreaming, mandat untuk melakukan kemitraan dan didorong untuk membentuk PT. Ini membantu mereka untuk mendapat akses ke permodalan," kata dia.

Baca juga: Besaran Gaji TNI Plus Tunjangannya, dari Tamtama hingga Jenderal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com