Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Dewan Penerbangan dan Covid-19

Kompas.com - 15/07/2020, 14:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 TIDAK banyak yang mengetahui tentang adanya atau pernah adanya sebuah Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Dewan Penerbangan yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Februari di tahun 1955.

Peraturan Pemerintah tersebut ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Sukarno, Menteri Perhubungan A.K. Gani, serta Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri.

PP tersebut tercantum dalam Lembaran Negara no 7 tahun 1955. Peraturan Pemerintah ini diundangkan pada tanggal 14 Februari 1955 dan ditandatangani oleh Menteri Kehakiman Djody Gondokusumo.

Kesemua hal tersebut tercantum dalam buku Perundang-undangan Penerbangan di Indonesia yang disusun oleh Mr. R. P. S. Gondokoesoemo, Penasehat Hukum Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia.

Yang menarik disebutkan bahwa pertimbangan dibentuknya Dewan Penerbangan adalah : untuk memberikan nasehat dan menyempurnakan koordinasi dalam soal-soal penerbangan dan agar terdapat kerja sama yang sebaik-baiknya antara instansi-instansi yang mempunyai tugas yang erat hubungannya dengan beberapa soal penerbangan.

Selanjutnya dalam pasal 3 disebutkan bahwa Dewan Penerbangan terdiri dari Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan sebagai anggota dan bergiliran sebagai Ketua.

Dicantumkan pula bahwa anggota Dewan Penerbangan adalah: Kepala Jawatan Penerbangan Sipil dari Kementerian Perhubungan, Kepala Staf Angkatan Udara dari Kementerian Pertahanan, seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Luar Negeri, seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Perekonomian, dan seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Sangat jelas dan gamblang disini bahwasanya sudah sejak tahun 1955 telah mulai dirasakan bahwa segala sesuatu berkait dengan masalah penerbangan nasional harus diolah bersama terlebih dahulu antar berbagai instansi dalam satu wadah yang berbentuk Dewan, sebelum dikeluarkannya kebijakan ditingkat strategis.

Jelas pula tergambar dengan terang benderang bahwa yang akan banyak terlibat adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, Kepala Staf Angkatan Udara, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perekonomian, dan Kementerian PU.

Dengan demikian maka semua kebijakan nasional dibidang penerbangan, harus dipertimbangkan dan dikaji bersama masak-masak terlebih dahulu oleh instansi yang berkepentingan.

Dalam hal ini sangat jelas pula bahwa harapannya adalah, tidak ada satu Kementerian pun yang berwenang untuk memutuskan sendiri sebuah kebijakan dalam masalah penerbangan nasional tanpa membicarakannya terlebih dahulu dalam forum Dewan Penerbangan.

Pada penjelasan umum di alinea pertama dari Penjelasan PP no 5 tahun 1955 tentang Dewan Penerbangan disebutkan: Dalam keadaan sekarang dirasa perlu sekali untuk mengkoordinir politik penerbangan sipil dan politik penerbangan militer, yang kedua-duanya tidak terlepas dari politik dan ekonomi negara.

Dalam alinea ke 6 bahkan disebut: Dengan tegas dinyatakan disini, bahwa hanya soal-soal penerbangan sipil dan militer yang mempunyai hubungan amat erat satu sama lain yang harus dikoordinasikan.

Maksudnya ialah untuk menghindarkan pengertian, bahwa instansi penerbangan satunya dapat turut mencampuri soal-soal penerbangan yang khusus termasuk dalam kompetensi instansi penerbangan yang lain atau sebaliknya.

Sungguh mengagumkan bahwa Indonesia sejak tahun 1955 sudah mengantisipasi akan berhadapan dengan banyak masalah rumit dalam pengelolaan wilayah udara nasional, terutama dalam penggunaan untuk kepentingan penerbangan sipil dan juga kepentingan penerbangan militer.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com