Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei: 52 Persen Masyarakat Dukung Pengesahan RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 15/07/2020, 14:46 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan bahwa sebanyak 52 persen masyarakat Indonesia mendukung pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Dilansir dari Antaranews, Rabu (15/7/2020), Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam webinar Jakarta, mengatakan bahwa sebanyak 52 persen masyarakat tersebut merupakan sampel dari masyarakat yang menyatakan memahami RUU Cipta Kerja.

"Sebesar 37 persen menyatakan tidak mendukung, dan itu cukup banyak juga. Namun, bagi yang tidak memahami RUU Cipta Kerja tidak diberikan pertanyaan lebih lanjut," katanya.

Baca juga: Stafsus Sri Mulyani Bicara Soal Turunnya Besaran Pesangon di RUU Cipta Kerja

Selain itu, pada pertanyaan apakah RUU tersebut mampu menjadi instrumen penanganan krisis dan resesi ekonomi, sebagian informan menyebutkan optimistismenya sebesar 58 persen atas produk undang-undang tersebut.

Sebelumnya, dalam kesempatan berbeda, Pengamat Administrasi Publik Universitas Padjadjaran Muhammad Rizal menyebut bahwa ekosistem ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja menjamin fleksibilitas untuk investor lebih mudah masuk dan membuka lapangan kerja lebih masif.

Hal ini dinilai sangat krusial untuk dilakukan karena Indonesia saat ini menghadapi tantangan bonus demografi pekerja.

"RUU Cipta Kerja jika nantinya disahkan punya fleksibilitas untuk mempertahankan, memperbaiki, dan bahkan menghapus norma lama serta menciptakan norma baru yang lebih ramah investasi. Ini sangat penting untuk segera dilakukan di Indonesia," kata Rizal.

Baca juga: Menurut Pengamat, Buruh Perlu Dukung RUU Cipta Kerja, Mengapa?

Menurut dia, Indonesia saat ini cukup ketinggalan dibandingkan negara tujuan investasi lainnya. Sedangkan, upaya menarik kembali investor dinilai akan semakin sulit setelah adanya Covid-19.

"Kalau kita tidak mampu memberikan regulasi yang kompetitif dan menarik buat investor, sangat mungkin terjadi relokasi bisnis besar-besaran ke wilayah yang lebih kompetitif. Kalau masih di Indonesia ya mungkin masih oke, tapi kalau ke luar dari Indonesia kan tidak bagus juga," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com