Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Ekspor Benih Lobster hingga Mundurnya Dirjen Perikanan Tangkap KKP

Kompas.com - 17/07/2020, 07:54 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

"Prioritas pertama itu budidaya, kita ajak siapa saja, mau koperasi, korporasi, perorangan silahkan, yang penting ada aturannya. Pertama harus punya kemampuan berbudidaya. Jangan tergiur hanya karena ekspor mudah untungnya banyak. Enggak bisa," seru Edhy.

Lemahkan semangat budidaya

Namun, menurut nelayan lobster asal Lombok Timur, Amin Abdullah menyatakan, Peraturan Menteri KP Nomor 12/2020 yang mengakomodir ekspor dan budidaya hanyalah kamuflase.

Menurutnya, Permen ini lebih menitikberatkan pada ekspor benur alih-alih budidaya. Hal itu terlihat dari adanya beberapa eksportir yang sudah lenggang mengekspor benur padahal belum ada realisasi budidaya.

Pasalnya menurut Juknis yang diterbitkan KKP, calon eksportir boleh mengekspor benur jika eksportir melakukan kegiatan budidaya dan sudah panen berkelanjutan. Eksportir juga harus melepas hasilnya sebanyak 2 persen.

"Pertanyaan kita adalah, sejak Mei sampai hari ini (peraturan diterbitkan) baru 1 bulan, sementara kegiatan budidaya pengalaman kami di Lombok, butuh 8-12 bulan. Itu baru menghasilkan 150-200 gram. Darimana ini kok bisa teman-teman eksportir ekspor benih sementara Permen berbunyi seperti itu?," tanya Amin dalam diskusi daring, Jumat (10/7/2020).

Baca juga: Budidaya Lobster Pakai Kerangkeng Dinilai Lebih Baik ketimbang Keramba Jaring Apung

Sikut-sikutan

Dibukanya keran ekspor benih lobster ini membuat para eksportir benih lobster alias benur bersikut-sikmerekrut nelayan.

Mereka kerap meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) nelayan untuk didaftarkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sehingga para calon eksportir ini mendapat jatah ekspor benur.

Sebab salah satu ketentuan diizinkannya ekspor adalah mengajak kerja sama nelayan tradisional.

"Saya sampaikan fakta di lapangan, semua perusahaan ini, turun ke lapangan untuk mendata nelayan, mencari KTP nelayan dalam rangka mencari kuota untuk dapat ekspor benih," tutur Amin.

Amin menuturkan, para nelayan tersebut tidak mengerti mengurus izin untuk menjadi penangkap benur. Kebanyakan yang mengerti adalah orang-orang yang di "darat", alias bukan yang bekerja langsung di laut.

Baca juga: Harga Benur Kian Mahal, Tanda Ekspor Benih Lobster Bisa Lemahkan Budi Daya

Hal ini kemudian dimanfaatkan para calon eksportir untuk mendaftarkan para nelayan.

"Yang terjadi ke depan adalah akan terjadi konflik saya lihatnya. Bahwa "Oh, saya dari gunung punya izin menangkap benih. Kamu enggak boleh karena enggak punya izin,". Itu yang terjadi. Menurut saya sih untuk apa ada izin hari ini? Yang penting untuk diawasi ketat ini adalah perusahaanya," ujar Amin.

Dikuasai pengusaha besar

Selama polemik berlangsung, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti lantang menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap menteri yang menggantikan Susi.

Susi kerap khawatir ekspor benih lobster rentan dikuasai dan dikomersialisasi oleh pengusaha besar. Pengusaha besar umumnya memperkerjakan nelayan kecil untuk menangkap benih lobster.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com