Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Pengaruh COVID-19 Terhadap Kinerja Saham: Studi Kasus China dan AS

Kompas.com - 20/07/2020, 14:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Per 19 Juli 2020 Jam 15.00 WIB, total jumlah penderita COVID-19 di seluruh dunia mencapai 14,440,411 kasus dengan tingkat kematian 605.148. Belum ada tanda-tanda pandemi ini akan melandai dan berakhir. Bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja pasar modal ?

Tidak ada yang tahu kapan pastinya pandemi ini akan berakhir. Prediksi yang semula dari pertengahan tahun, menjadi akhir tahun 2020, bahkan ada yang menduga akan sampai 2021 dan 2022.

Yang paling mudah dilihat, pelajaran sekolah dan perkuliahan di beberapa kota besar di Indonesia dilakukan secara online hingga akhir tahun ini. Aktivitas seperti resepsi, konser, wisata, bioskop, dan perkumpulan orang dari jumlah besar juga belum tahu kapan dapat dilakukan kembali.

Pembatasan seperti ini tentunya akan berdampak ke ekonomi. Tidak adanya perputaran uang dan aktivitas, yang mengakibatkan pendapatan berkurang bahkan tidak ada. Perusahaan juga mengalami penurunan penjualan dan laba bersih.

Baca juga: Apa Dampak Pandemi Corona ke Bank Kecil?

Pasar modal terutama IHSG, memang sudah mengalami pemulihan ke level 5000an setelah sempat jatuh pada level 3900 pada bulan Maret lalu.

Namun kekhawatiran akan adanya PSBB atau Lockdown lanjutan yang lebih ketat karena COVID-19 yang tidak terkendali, ada kekhawatiran akan kinerja IHSG akan kembali turun.

Semuanya memang mengacu pada COVID-19. Tapi apakah memang benar demikian? Apakah jika COVID-19 tidak terkendali dan diberlakukan PSBB yang ketat maka saham akan turun?

Untuk topik ini, pasar modal China dan Amerika Serikat bisa menjadi studi kasus yang menarik.

Amerika Serikat dan China merupakan ekonomi terbesar pertama dan kedua di dunia. Kebijakan bank sentral dan pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut menjadi acuan utama bagi bank sentral di negara lain hingga naik turunnya harga komoditas.

China, Kasus ditemukan pertama kali, lockdown ketat

China merupakan negara yang menerapkan lockdown dengan ketat. Di kota asal kasus ditemukan pertama kali yaitu Wuhan, lockdown dikenakan sangat ketat. Militer diturunkan untuk menjaga perbatasan antar kota dan dalam kota itu sendiri.

Setelah dilonggarkan secara perlahan, pengendalian terhadap virus juga dilakukan secara ketat. Ketika terjadi lonjakan jumlah kasus pada bulan Mei, pemerintah China melakukan uji PCR terhadap seluruh penduduk kota Wuhan yang berjumlah 11 juta dalam 2 minggu. Setelah itu, kasus baru tidak ditemukan lagi.

Dengan melihat pertambahan kasus baru di China yang setiap harinya di bawah 100, bisa dikatakan bahwa China mungkin sudah bisa dikatakan sukses menangani COVID-19.

Amerika Serikat, Kasus tertinggi dunia, lockdown relatif longgar

Dengan lebih dari 3.8 juta penderita dan 142 ribu-an kasus kematian, Amerika Serikat merupakan negara yang paling terdampak COVID-19.

Respon awal terhadap penanganan COVID-19 yang dinilai kurang baik, warga yang tidak mengikuti arahan, demo massal, kampanye pilpres, tidak sejalannya pemerintah pusat dan daerah, dan relaksasi atas lockdown merupakan kombinasi penyebab tingginya kasus COVID-19 di Amerika Serikat.

Baca juga: Dua Industri Ini Dinilai Butuh Dua Tahun untuk Pulih dari Dampak Pandemi Covid-19

Dengan melihat pertambahan kasus yang terus mencetak rekor baru setiap harinya, sampai vaksin ditemukan, kelihatannya masih butuh waktu yang panjang bagi Amerika Serikat untuk beroperasi seperti sedia kala.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com