Josua mengatakan, pandemi Covid-19 memang suatu kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya (unprecedented), di mana sebuah krisis kesehatan menyebabkan krisis ekonomi pada tatanan ekonomi global. Termasuk pada ekonomi Indonesia.
Penurunan aktivitas ekonomi nasional berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh sebagian besar sektor usaha. Tak kecuali pada sektor ekonomi non-formal akibat kebijakan PSBB di berbagai daerah di Indonesia.
Oleh sebab itu, langkah pemerintah mengalokasikan anggaran untuk PEN dinilai sudah tepat. Hanya saja, memang penyerapannya serta produktivitasnya perlu semakin didorong.
Baca juga: Untuk PEN Pesantren, Pemerintah Siapkan Dana Rp 2,6 Triliun
"Sehingga daya beli masyarakat yang masuk dalam kategori masyarakat pra-sejahtera bisa meningkat dan di saat bersamaan dapat mengurangi potensi masyarakat berpenghasilan menengah untuk turun kelas menjadi masyarakat pra-sejahtera," pungkasp Josua.
Sebagai informasi, pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk program PEN sebesar Rp 695,2 triliun, meningkat dari rencana sebelumnya sebesar Rp 677 triliun.
Dari jumlah Rp 695,2 triliun tersebut, rinciannya sebesar Rp 87,55 triliiun untuk anggaran kesehatan, anggaran perlindungan sosial Rp 203,9 triliun dan insentif usaha sebesar Rp 120,61 triliun.
Kemudian, untuk sektor UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi menjadi Rp 53,57 triliun, dan untuk dukungan sektoral kementerian/lembaga dan pemda sebesar Rp 106,11 triliun.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan