Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Realisasi PEN Masih Rendah, Pemerintah Perlu Longgarkan Birokrasi

Kompas.com - 21/07/2020, 11:40 WIB
Yohana Artha Uly,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk program kesehatan dan perlindungan sosial tercatat masih rendah.

Pemerintah dinilai perlu menyederhanakan birokrasi dan membuat regulasi yang bisa mendorong percepatan penyerapan.

Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, hingga 17 Juli 2020, penyerapan anggaran program kesehatan baru mencapai 7,22 persen, atau Rp 6,32 triliun dari total alokasi Rp 87,55 triliun.

Baca juga: Jadi Ketua Satgas PEN, Ini yang Akan Dilakukan Budi Gunadi Sadikin

Pada perlindungan sosial realisasinya baru mencapai 37,96 persen atau sebesar Rp 30,15 triliun dari alokasi Rp 203,9 triliun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyatakan, pemerintah perlu mengupayakan percepatan penyerapan anggaran PEN untuk mendorong daya beli masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan melonggarkan birokrasi.

"Demi dampak stimulus yang lebih cepat, pemerintah perlu melonggarkan proses birokrasi, terutama dalam hal penyerapan untuk stimulus bantuan sosial," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (21/7/2020).

Ia menjelaskan, pelonggaran birokrasi ini, termasuk di dalamnya adalah percepatan verifikasi untuk stimulus medis, bantuan sosial, dan bantuan yang diserahkan langsung kepada individu-individu penerima bantuan.

Baca juga: Penjual Martabak dan Ikan Pindang Dapat Kucuran KUR PEN

Tidak hanya dari sisi birokrasi, pemerintah juga perlu mempercepat penerbitan-penerbitan regulasi yang mendasari stimulus, guna mendorong rasa aman bagi birokrat dalam hal pencairan stimulus.

"Dengan adanya pelonggaran dan percepatan regulasi ini diharapkan stimulus dapat terserap perekonomian, dan dampak ekonomi dari krisis Covid-19 dapat dibatasi," kata dia.

Josua mengatakan, pandemi Covid-19 memang suatu kejadian yang tidak pernah terjadi sebelumnya (unprecedented), di mana sebuah krisis kesehatan menyebabkan krisis ekonomi pada tatanan ekonomi global. Termasuk pada ekonomi Indonesia.

Penurunan aktivitas ekonomi nasional berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh sebagian besar sektor usaha. Tak kecuali pada sektor ekonomi non-formal akibat kebijakan PSBB di berbagai daerah di Indonesia.

Oleh sebab itu, langkah pemerintah mengalokasikan anggaran untuk PEN dinilai sudah tepat. Hanya saja, memang penyerapannya serta produktivitasnya perlu semakin didorong.

Baca juga: Untuk PEN Pesantren, Pemerintah Siapkan Dana Rp 2,6 Triliun

"Sehingga daya beli masyarakat yang masuk dalam kategori masyarakat pra-sejahtera bisa meningkat dan di saat bersamaan dapat mengurangi potensi masyarakat berpenghasilan menengah untuk turun kelas menjadi masyarakat pra-sejahtera," pungkasp Josua.

Sebagai informasi, pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk program PEN sebesar Rp 695,2 triliun, meningkat dari rencana sebelumnya sebesar Rp 677 triliun.

Dari jumlah Rp 695,2 triliun tersebut, rinciannya sebesar Rp 87,55 triliiun untuk anggaran kesehatan, anggaran perlindungan sosial Rp 203,9 triliun dan insentif usaha sebesar Rp 120,61 triliun.

Kemudian, untuk sektor UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi menjadi Rp 53,57 triliun, dan untuk dukungan sektoral kementerian/lembaga dan pemda sebesar Rp 106,11 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com