Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Ciri-ciri Modus Penipuan Berkedok Koperasi

Kompas.com - 21/07/2020, 15:01 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L. Tobing meminta seluruh masyarakat agar berhati-hati dengan modus penipuan berkedok koperasi.

Ia pun membeberkan ada 5 ciri-ciri modus penipuan yang sering dilakukan oleh oknum yang berkedok koperasi.

"Pertama adalah melakukan penawaran melalui berbagai media. Biasanya oknum akan melalukan penawaran melalui berbagai media seperti SMS, link atau nomor telepon, situs, media sosial, Google Play Store, atau Apps Store untuk mengirimkan broadcast penawaran," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Selasa (21/7/2020).

Baca juga: Waspada Investasi Ilegal Berkedok Koperasi

Lalu ciri yang kedua adalah menggunakan nama koperasi, walaupun sebenarnya mereka tidak memiliki pengesahan Badan Hukum dan/atau izin usaha dari kementerian yang berwenang.

Ketiga adalah melakukan pencatutan nama koperasi berizin dan/atau nama koperasi yang terkenal sehingga menimbulkan rasa percaya. Keempat, menyatakan sudah terdaftar atau diawasi, seakan-akan sudah dalam pengawasan instansi berwenang.

"Sementara ciri yang kelima adalah mereka banyak yang menggunakan logo koperasi Indonesia atau Kementerian Koperasi dan UKM, seakan-akan benar-benar berbentuk koperasi atau berkaitan dengan kementerian," kata dia.

Saat ini pun kata Tongam, berdasarkan data entitias ilegal tahun 2017-2020 tercatat ada 158 fintech yang telah terdaftar di OJK dan semuanya tidak ada yang berbadan hukum koperasi.

Baca juga: BPK Sebut 5 Kementerian/Lembaga Pakai Rekening Pribadi, Ini Daftarnya

"Sehingga apabila ada terdapat koperasi yang melakukan fintech, maka hal tersebut adalah ilegal," katanya.

Selain itu Tongam juga menjelaskan alasan mengapa investasi ilegal masih marak hingga saat ini adalah disebabkan karena permintaan masyarakat akan jasa keuangan masih tinggi sementara pengetahuan masyarakat akan investasi ilegal masih rendah.

Baca juga: Resmikan RDF, Luhut: Presiden Sudah Kritik Kami Para Pembantunya...

Apalagi tokoh agama, tokoh masyarakat serta selebriti sering digunakan sebagai media propaganda agar masyarakat merasa tertarik dan mau bergabung dalam investasi tersebut.

"Untuk itu, perlu adanya database tentang tingkat literasi dan inklusi masyarakat terhadap koperasi. Keberadaan database dimaksudkan sebagai bahan penyusunan strategi kebijakan," pungkasnya.

Baca juga: Perusahaan Ini Buka Banyak Lowongan Kerja untuk Lulusan SMA hingga S1

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com