JAKARTA, KOMPAS.com - Era digitalisasi membuat semakin mudahnya informasi tersebar, sekalipun itu merupakan data pribadi. Padahal data pribadi yang bocor, seperti nama, alamat, hingga KTP, sangat berbahaya bila disalahgunakan oleh pihak lain.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, sebanyak 175,4 juta jiwa atau sekitar 64 persen penduduk Indonesia telah menggunakan layanan internet. Maka, ekonomi digital dalam negeri pun kian tumbuh pesat.
Sayangnya, seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital, risiko pencurian data pribadi juga semakin besar.
Baca juga: [POPULER MONEY] Harga Jet Tempur Eurofighter Typhoon | Calon Vaksin Corona dari China
"Dengan terbuka peluang yang sangat besar (di ekonomi digital), maka terbuka lebar ancaman data pribadi pengguna ekonomi digital di Indonesia," ujar Kasubdit Penanggulangan dan Pemulihan, Infrastruktur Informasi E-Bussines BSSN Lukman Nul Hakim dalam webinar Alinea Forum mengenai data pribadi, Selasa (21/7/2020).
Menurut Lukman, BSSN dalam upaya melaksanakan keamanan siber di Indonesia, khususnya perlindungan data pribadi, tak bisa bekerja sendirian. Butuh kerja sama dengan pemangku kepentingan lainnya di tingkat nasional, regional, dan global.
"Mengenai data pribadi yang tersebar di seluruh Indonesia, jika hanya menjadi tugas BSSN sendiri, itu sangat sulit. Ini makannya butuh kolaborasi dengan stakeholder yang ada di Indonesia, untuk kecillkan kebocoran-kebocoran itu," katanya.
Lukman bilang, BSSN sendiri berupaya menekan kebocoran dengan membuat standar keamanan siber bagi korporasi dan lembaga pemerintahan untuk bisa menjaga data dari pencurian. Tiap tahunnya BSSN pun melakukan pengukuran tingkat ketahanan sebuah organisasi melakukan perlindungan data.
Baca juga: Kekayaannya Naik Rp 74 Triliun, Elon Musk Jadi Orang Terkaya ke-5 Dunia