Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Eksportir yang Iming-imingi Nelayan Jadi Penangkap Benih Lobster?

Kompas.com - 23/07/2020, 19:17 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati blak-blakan mengakui ada sejumlah nelayan yang diiming-imingi eksportir benih lobster untuk menjadi buruh penangkap benih lobster.

Bahkan para pengusaha itu sempat mengatakan kepada nelayan bahwa menangkap benih lobster adalah kesempatan yang bagus karena aturannya tengah longgar.

"Banyak sekali perusahaan-perusahaan mendatangi nelayan dan menawarkan jadi penangkap benur. Menariknya statement yang disampaikan pengusaha adalah "Ini mumpung aturannya sedang longgar," ini menarik sekali. Kita jadi bertanya-tanya arah KKP ini mau ke mana," kata Susan dalam diskusi daring, Kamis (23/7/2020).

Baca juga: Kalau Benur Punah, Sejarah Akan Menghukum Edhy Prabowo...

Susan tak mengerti mengapa Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 12 Tahun 2020 ini berbicara tentang kesejahteraan nelayan.

Jika ditelisik lebih jauh, para nelayan ini seperti dijebak untuk hanya menjadi buruh. Sedangkan eksportirlah yang mendapat keuntungan paling besar.

Harga benur di tingkat nelayan saja hanya dihargai sekitar Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per benih. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pun hanya mencapai Rp 298.000 dalam 2 kali ekspor yang telah dilangsungkan.

"Jadi kalau bicara keuntungan negara atau nelayan saya rasa tidak. Yang paling diuntungkan adalah eksportir dan tentu Vietnam (sebagai pengimpor)," ujar Susan.

Baca juga: Mundur dari Timsus Menteri Edhy, Chalid Muhammad Minta Ekspor Benur Dievaluasi

Dia menganggap para eksportir tidak mematuhi Permen yang dikeluarkan oleh Menteri Edhy.

Mencermati pasal 5 beleid itu, izin ekspor seharusnya baru keluar jika eksportir telah melakukan minimal 1-3 kali siklus budidaya lobster.

Ironinya hingga tanggal 19 Juli, KKP sudah melakukan ekspor lebih dari 1 juta benih lobster. Padahal aturan baru diundangkan pada 5 Mei 2020.

"Kalau dalam waktu segitu dilakukan budidaya, itu enggak mungkin. Karena 1 siklus budidaya itu butuh 8 bulan. Efektifnya ekspor bisa keluar tahun depan atau 2 tahun mendatang, bukan bulan Juli kemarin," pungkas Susan.

Sebelumnya, pembudidaya lobster asal Lombok Timur, Amin Abdullah memberikan kesaksian adanya para calon eksportir benih lobster alias benur berlomba-lomba merekrut nelayan.

Mereka kerap meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) nelayan untuk didaftarkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sehingga para calon eksportir ini mendapat jatah ekspor benur. Sebab salah satu ketentuan diizinkannya ekspor adalah mengajak kerja sama nelayan tradisional.

"Saya sampaikan fakta di lapangan, semua perusahaan ini, turun ke lapangan untuk mendata nelayan, mencari KTP nelayan dalam rangka mencari kuota untuk dapat ekspor benih," kata Amin dalam diskusi daring, Jumat (10/7/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com