Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Erdogan, Hagia Sophia, dan Krisis Ekonomi Turki

Kompas.com - 25/07/2020, 11:50 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Turki tengah menjadi sorotan dunia terkait kebijakannya mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid. Pada awal Juli lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan bahwa status Hagia Sophia saat ini adalah masjid.

Hagia Sophia adalah satu situs warisan dunia UNESCO yang paling banyak dikunjungi wisatawan di Istanbul. Selama ini, tempat bersejarah tersebut difungsikan sebagai museum sejak tahun 1930-an atau setelah revolusi di Turki yang dipimpin Kemal Ataturk.

Sikap Pemerintah Turki yang mengubah bangunan peninggalan Romawi Timur itu memicu kontroversi dunia. Ini karena Hagia Sophia sebelumnya adalah katedral Kristen Ortodoks yang dibangun oleh Kaisar Byzantium Justinian I pada abad keenam.

Hagia Sophia memiliki arti penting bagi perekonomian Turki, khususnya di sektor pariwisata. Selama dijadikan sebagai museum, Hagia Sophia adalah destinasi yang paling banyak dikunjungi turis saat melancong ke Turki. 

Baca juga: Hagia Sophia Menjadi Masjid, Begini Sindiran Yunani ke Turki

Pada 2019, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Hagia Shopia mencapai 3,8 juta orang. Harga tiket masuk ke Hagia Sophia saat masih menjadi museum seharga 100 lira atau sekitar Rp 213.000 (kurs Rp 2.132).

Dengan beralih status menjadi masjid, kunjungan wisatawan ke tempat ini tak lagi dikenakan biaya, tetapi dengan akses yang lebih terbatas mengingat Hagia Sophia yang berubah menjadi tempat sembahyang.

Dikutip dari BBC, Sabtu (25/7/2020), resesi di Turki terjadi sejak tahun 2018. Saat itu, tercatat 4,3 juta warga Turki tidak memiliki pekerjaan sehingga tingkat pengangguran mencapai 13,5 persen.

Resesi ekonomi yang ditambah inflasi tinggi membuat Pemerintah Turki dalam posisi tertekan. Ekonomi diperkirakan akan lebih terpuruk setelah terdampak pandemi Covid-19 pada tahun ini. Inflasi pada tahun lalu bahkan mencapai 25 persen.

Baca juga: Segini Harga Jet Tempur Eurofighter Typhoon yang Mau Diborong Prabowo

Dalam beberapa kesempatan, Erdogan menuding Barat berada di balik kekacauan keuangan di negaranya. Negara itu sebenarnya sempat menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat beberapa tahun lalu.

Dilansir dari Arab News, langkah kontroversial yang diambil Pemerintah Turki yang mengubah fungsi Hagia Sophia banyak ditafsirkan sebagai pengalihan isu saat ekonomi negara itu tengah dalam tekanan berat.

Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan Turkey Metropoll, sebanyak 55 persen responden beranggapan bahwa alasan utama kebijakan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid dilakukan untuk mengalihkan perhatian publik dari perdebatan ekonomi menjelang pemilu di negara itu.

"Sebagai pemimpin yang populis, Erdogan berharap bisa menggalang dukungan," kata Soner Cagaptay dari Washington Institute.

Sejauh ini, Turki masih berjuang keras mengatasi angka inflasi yang terus meroket dan tingginya jumlah pengangguran di Turki.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Resesi

Dilansir dari CNBC, kondisi ekonomi Turki bisa dikatakan tengah terperosok dalam krisis ekonomi dan belum juga pulih sejak beberapa tahun lalu.

Lira, mata uang Turki, anjlok di level paling rendah terhadap valuta asing pada Mei 2020. Sementara itu, inflasi pada bulan Juni dilaporkan cukup tinggi, yakni sebesar 12,6 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com