Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebut Ada 6.200 Orang Titipan di BUMN, Apa Dasar Adian Napitupulu?

Kompas.com - 26/07/2020, 09:22 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Perseteruan antara Adian Napitupulu dengan kubu Menteri BUMN, Erick Thohir terus berlanjut. Politisi PDI-P ini menyebut ada 6.200 orang titipan di BUMN, baik yang ditempatkan sebagai direksi maupun komisaris.

"Kenapa saya katakan bahwa ada 6.200 komisaris dan direksi titipan di BUMN? Logikanya sederhana saja, yaitu karena semua rekrutmen, seleksi dan keputusan untuk posisi direksi dan komisaris dilakukan secara tertutup, maka biasanya titipan akan terjadi," ucap Adian dalam keterangannya, Minggu (26/7/2020).

Menurut dia, direksi dan komisaris BUMN merupakan jabatan publik. Sehingga, proses seleksinya haruslah transparan. Terlepas apakah kandidatnya berasal dari relawan atau kader parpol pendukung pemerintah.

"Bukankah titipan-titipan itu konsekuensi dari tidak adanya sistem rekrutmen yang transparan. Kalau dikatakan bahwa saya tidak mengerti budaya korporasi maka saya perlu bertanya, budaya yang mana? Setahu saya budaya korporasi yang tertutup itu adalah budaya korporasi yang lahir dari mindset Orde Baru," kata Adian.

Baca juga: Babak Baru Perseteruan Adian Napitupulu Vs Stafsus Erick Thohir

Kata mantan aktivis 1998 ini, transparansi seleksi direksi dan komisaris BUMN perlu dilakukan. Ini karena ada uang negara yang cukup besar yang tersedot untuk menggaji mereka.

"Mengapa membongkar siapa saja yang mengisi 6.200 direksi dan komisaris dan bagaimana rekrutmennya menjadi sangat penting? Karena uang yang dikeluarkan negara bukanlah uang kecil," ujar Adian.

Dia lantas mencontohkan, gaji seorang direksi dan komisaris jika dipukul rata adalah Rp 50 juta per bulan. Maka setidaknya ada uang dari perusahaan-perusahaan BUMN yang mengalir sebesar Rp 310 miliar per bulannya untuk membiayai 6.200 orang tersebut.

"Coba kita andaikan rata-rata direksi dan komisaris itu dari gaji, transportasi, tunjangan ini itu, dan lain-lainnya di kisaran Rp 50 juta per bulan dikalikan 6.200 orang, berarti Rp 310 miliar tiap bulan atau Rp 3,7 triliun setiap tahun," ucap Adian.

Baca juga: Tidak Terima Disebut Tak Mengerti Korporasi, Ini Respon Adian Napitupulu

"Lucu dan aneh bagi saya kalau negara mengeluarkan Rp 3,7 triliun setiap tahun untuk 6.200 orang yang rakyat tidak tahu bagaimana cara rekrutmennya dan dari mana asal usulnya," kata dia lagi.

Pria asal Manado ini juga menjawab tudingan yang menyebut dirinya tak paham budaya korporasi, terutama di perusahaan negara.

"Arya Sinulingga selaku Staf Khusus Menteri BUMN menyatakan bahwa saya, Adian Napitupulu, tidak mengerti tentang korporasi. Selanjutnya, Arya katakan bahwa dalam budaya korporasi tidak pernah ada lowongan Direksi dan Komisaris yang dipublikasikan terbuka," kata Adian.

Menurut Adian, sudah wajar jika proses seleksi perusahaan negara haruslah melalui proses yang terbuka, yang artinya rangkaian rekrutmennya diumumkan ke publik, terlepas jika itu kandidatnya berasal dari parpol pendukung pemerintah.

Baca juga: Tentang Dana Talangan BUMN yang Dipersoalkan Adian Napitupulu

Dia lantas menyinggung soal pernyataan Arya Sinulingga terkait perlunya transparansi dalam pembukaan lowongan komisaris BUMN yang diumumkan ke publik yang dinilai tak lazim.

Kata Adian, pembukaan lowongan bagi jabatan direksi dan komisaris sebuah perusahaan sudah lazim terjadi. Misalnya, lowongan yang dibuka oleh Perusda Pasar Surya, PT Patralog, PT Bank Jatim dan PT Jateng Petro Energi.

“Dari contoh di atas maka pernyataan bahwa tidak pernah ada lowongan direksi atau komisaris corporate yang di umumkan terbuka tentu sebuah kesalahan besar atau sok tahu yang sangat akut,” ujar Adian.

Diungkapkan Adian, masih banyak perusahaan lain non-swasta yang menerapkan keterbukaan dalam seleksi jabatan komisaris.

Baca juga: Kenapa Adian Napitupulu Kritik Pengangkatan Komisaris BUMN Era Erick Thohir?


(Sumber: KOMPAS.com/Akhdi Martin Pratama | Editor: Erlangga Djumena, Yoga Sukmana, Bambang P. Jatmiko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompas.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com