Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekam Jejak Adian Napitupulu, Politikus PDI-P yang Kerap Mengkritik Erick Thohir

Kompas.com - 26/07/2020, 10:48 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sumber Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Adian Napitupulu seolah tak pernah kehabisan amunisi untuk mengkritik berbagai kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir. Yang terbaru, politisi PDI-P ini menyebut kalau rekrutmen direksi dan komisaris BUMN bernuansa politis.

Pria asal Manado ini menuding seleksi petinggi BUMN tidak transparan. Bahkan dalam hitungannya, ada sekitar 6.200 orang titipan dalam penunjukan posisi direksi dan komisaris di perusahaan negara.

Adian merupakan politikus senior di partai berlambang moncong putih tersebut. Karier mantan aktivis 1998 ini juga terbilang panjang dan ikut ambil bagian dalam penjatuhan rezim Orde Baru.

Dikutip dari laman resmi DPR, Minggu (26/7/2020), pria bernama lengkap Adian Yunus Yusak Napitupulu ini pernah menjabat sebagai anggota dewan sejak tahun 2014 dari daerah pemilihan (dapil) V Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bogor.

Baca juga: Sebut Ada 6.200 Orang Titipan di BUMN, Apa Dasar Adian Napitupulu?

Di Senayan, dia menjabat sebagai anggota Komisi VII yang membidangi tugas di bidang energi, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup.

Sebelum menjadi wakil rakyat, Adian pernah mencicipi pekerjaan sebagai advokat di Kota Law Office pada tahun 2007 hingga 2008. Sebelumnya, dirinya banyak menghabiskan kariernya di LBH Nusantara Jakarta sejak tahun 1996.

Karier aktivisnya terbilang sangat panjang. Di era Presiden Soeharto, dirinya masuk sebagai aktivis gerakan mahasiswa dengan bergabung di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia dan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI).

Adian kemudian sempat mendirikan Forum Kota tahun 1998 serta Solidaritas Advokasi Sutet Indonesia tahun 2004. Asam garam mengikuti demo sudah dirasakan Adian selama bertahun-tahun sejak zaman Orde Baru. 

Baca juga: Tidak Terima Disebut Tak Mengerti Korporasi, Ini Respon Adian Napitupulu

Wadah aktivis berikutnya antara lain 98 Center sebagai Sekjen, Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98), Benteng Demokrasi Rakyat (BENDERA), dan Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) yang merupakan salah satu organisasi relawan pendukung Jokowi.

Adian juga malang melinting di banyak organisasi pergerakan lainnya yakni Kelompok Diskusi Prodeo, Aliansi Pemuda Indonesia (API), Aksi Rakyat Bersatu (AKRAB), Rembuk Nasional Mahasiswa Indonesia 1, Jaringan Kota, Aliansi Rakyat Adili Soeharto (ARBAS), Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), dan Konsolidasi Demokrasi Indonesia (KDI).

Tudingan titipan di komisaris BUMN

Diberitakan sebelumnya, Adian sempat menyebut ada 6.200 orang titipan di BUMN, baik sebagai direksi maupun komisaris. Dia meminta proses rekrutmen dilakukan secara transparan ke publik. 

"Kenapa saya katakan bahwa ada 6.200 komisaris dan direksi titipan di BUMN? Logikanya sederhana saja, yaitu karena semua rekrutmen, seleksi dan keputusan untuk posisi direksi dan komisaris dilakukan secara tertutup, maka biasanya titipan titipan akan terjadi," ucap Adian dalam keterangannya.

Baca juga: Babak Baru Perseteruan Adian Napitupulu Vs Stafsus Erick Thohir

Menurut dia, direksi dan komisaris BUMN merupakan jabatan publik. Sehingga, proses seleksinya haruslah transparan. Terlepas apakah kandidatnya berasal dari relawan ataupun kader parpol pendukung pemerintah.

"Bukankah titipan titipan itu konsekuensi dari tidak adanya sistem rekrutmen yang transparan. Kalau dikatakan bahwa saya tidak mengerti budaya korporasi maka saya perlu bertanya, budaya yang mana? Setahu saya budaya korporasi yang tertutup itu adalah budaya korporasi yang lahir dari mindset Orde Baru," kata Adian.

Kata dia, transparansi seleksi direksi dan komisaris BUMN perlu dilakukan. Ini karena ada uang negara yang cukup besar yang tersedot untuk menggaji mereka.

Halaman:
Sumber Kompas.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com