Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hunjaman Kritik Adian Napitupulu soal Pemilihan Direksi dan Komisaris BUMN

Kompas.com - 27/07/2020, 07:34 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Adian Napitupulu, kerap melontarkan kritikan tajam terkait proses pemilihan dewan direksi dan komisaris di badan usaha milik negara (BUMN).

Mulanya, mantan aktivis 1998 itu menyoroti pemilihan komisaris dari kalangan milenial hingga para pensiunan di tubuh perusahaan pelat merah.

Adian menganggap kebijakan Menteri BUMN Erick Thohir tak konsisten. Sebab, banyak pensiunan yang menjabat di BUMN.

Padahal, awalnya Erick mengeluhkannya. Namun, belakangan justru banyak penempatan pensiunan di BUMN.

Baca juga: Rekam Jejak Adian Napitupulu, Politikus PDI-P yang Kerap Mengkritik Erick Thohir

Tak hanya itu, pria asal Manado itu juga mempermasalahkan kenapa Kementerian BUMN tidak memprioritaskan pemilihan komisaris dari unsur partai koalisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

“Ada satu lagi yang sedang diidentifikasi, milenial ini pernah deklarasi Erick Thohir for president. Kemudian, beberapa hari kemudian dia diangkat jadi komisaris. Apa iya alat ukurnya deklarasi presiden baru diangkat jadi komisaris?” ujar Adian beberapa waktu lalu.

Menurut mantan aktivis pergerakan mahasiswa ini, penunjukan jabatan komisaris BUMN sangat bermuatan politis.

Padahal, lanjut dia, kalaupun proses pemilihan komisaris BUMN berpedoman pada kompetensi, ada sejumlah kader partai koalisi pemerintah yang dianggap cocok mengisi posisi di perusahaan negara.

Adian kemudian bercerita, Presiden lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Oktober 2019 meminta nama-nama aktivis 1998 yang punya kompetensi menempati jabatan-jabatan publik.

Saat nama-nama diserahkan, hingga kini tak ada satu pun yang mengisi jabatan. Saat menghadap Presiden Jokowi di Istana, Adian mengonfirmasi hal itu ke Presiden.

"Saya harus mengonfirmasi karena ini keinginan Presiden atau bukan,” ujar Adian.

Baca juga: Dirut Garuda: Kami Satu-satunya BUMN yang Potong Gaji, Saya Kaget yang Lain Belum

Meski demikian, Adian tak sepakat dengan tudingan bahwa BUMN dijadikan bancakan politik.

"Saya tidak setuju istilah itu. Data saya, sebelum perampingan BUMN, ada 6.000 posisi di BUMN, komisaris dan direksi. Kalau 10 persen orang parpol, itu baru 600 orang. Tidak bisa disebut bancakan politik. Kita harus bedah, isinya siapa saja,” kata Adian dikutip dari Harian Kompas.

Kata dia, jika diangkat jadi komisaris BUMN, kader dari partai politik pendukung pemerintah bisa lebih memahami program dari pemerintah. Tujuannya, agar kebijakan pemerintah bisa berjalan dengan baik di perusahaan-perusahaan pelat merah.

“Kalau sama-sama berangkat dari partai politik. Kalau kemudian ada yang harus didahulukan, diadu kompetensinya, diadu keberpihakan politiknya. Kenapa? Karena presiden harus memastikan programnya berjalan sampai ke bawah. Siapa yang bisa menjalankan, dia adalah orang yang setuju terhadap ide-ide dari presiden," ungkap dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com