Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perajin Tas Kulit, Omzet Anjlok 50 Persen akibat Virus Corona

Kompas.com - 27/07/2020, 13:12 WIB
Kiki Safitri,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com – Kota Bogor tidak hanya memiliki sejumlah daya tarik wisata, namun juga para pelaku Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM) yang memproduksi produk unik nan kreatif. 

Akhir pekan lalu, Kompas.com berangkat dari Jakarta dengan jarak perjalanan kurang lebih 2 sampai 3 jam menuju Bojong Rangkas, Ciampea, Bogor, Jawa Barat guna mengunjungi kawasan perajin tas.

Dengan kondisi cuaca yang cerah dan jalanan yang ramai lancar, penyisiran kawasan perajin tas dimulai.

Baca juga: Dari Usaha Beresin Kamar Kos, 2 Alumni UGM Ini Raup Omzet Rp 24 Juta

Menyusuri kampung Bojong Rangkas, tampak di sebelah kiri dan kanan rumah-rumah warga terlihat peralatan menjahit. Maka tidak heran kawasan ini disebut dengan kawasan kampung tas.

Namun sayangnya, kegiatan jahit-menjahit tidak semeriah biasanya. Kali ini cenderung lebih sepi, barangkali orderan berkurang akibat kondisi ekonomi yang serba sulit saat ini.

Menyusuri jalan sempit, yang hanya bisa dipakai untuk jalur motor, tibalah saya pada salah seorang perajin tas kulis bernama Tan Ginanjar. Pria paruh baya ini sudah memulai udaha pengrajin tas sejak 15 tahun lalu.

Beragam macam tas sudah ia produksi, dari mulai tas berbahan kain, tenun, sampai dengan tas berbahan kulit. Tas yang diproduksi Tan kebanyakan berbahan kulit, seperti kulit sapi, buaya, phyton, cobra, dan biawak.

Baca juga: Gabung Jadi Merchant GrabFood, Omzet Usaha Ermin Meningkat 110 Persen

Bermodal kemahiran yang ia dapat turun-temurun dan mesin jahit yang ia miliki, Tan bahkan mampu meraih omzet yang tidak sedikit per bulannya dalam pembuatan tas kulit. Namun ini berlaku saat kondisi sebelum pandemi Covid-19.

Saat kondisi sulit seperti sekarang, Tan mengaku banyak kerajinan yang terpaksa ditunda pengerjaannya lantaran biaya pengerjaan awal atau uang muka (DP) yang tidak kunjung dikirimkan dari orang yang memesan tas kepadanya.

“Kan kita kerja butuh modal, kalau DP-nya belum dikirim, kita belum bisa kerja, ya mungkin karena lagi susah gini. Dulu, total pendapatannya sekitar Rp 3 juta per 200 pieces. Sekarang turun, hampir 60-70 persen. Pas pandemi saya kerja sendiri aja, sekitar Rp 750.000 seminggu untuk 18 pieces, cukup untuk makan saja,” ujar dia kepada Kompas.com, Minggu (26/7/2020).

Adapun DP yang diperoleh oleh Tan, akan digunakan untuk modal untuk melengkapi pembuatan tas berupa lem, karton, kain, benang dan aksesori lainnya yang tentunya tidak murah.

 

Menurut dia tas kulit asli, tentunya aksesori yang mendukung haruslah bersifat premium.

Sementara itu, Tan mengaku supali bahan baku kulit yang ia peroleh diproduksi di Karawang dan Kalimantan, dalam bentuk yang sudah siap pakai.

Namun, bahan baku tersebut sudah disuplai oleh pihak-pihak yang memberi pesanan kepada Tan, sehingga Tan hanya perlu melengkapinya dengan bahan pendukung pembuatan tas saja.

Baca juga: Dari Cemilan Rambut Nenek, Ryan Raup Omzet Rp 100 Juta

Kondosi pandemi Covid-19 ini memang benar-benar memukul pengusaha UMKM, meskipun pemerintah telah menggelontorkan stimulus untuk UMKM, nyatanya hal ini dirasa tidak cukup.

Tan mengaku, dengan adanya permodalan pun belum cukup membantu karena permodalan hanya akan digunakan untuk biaya operasional, modal kerja dan gaji pegawai.

Adapun hal yang terpenting menurut Tan adalah daya beli masyarakat yang kembali tumbuh. Terutama untuk produk-produk UMKM.

Jika daya beli masyarakat tumbuh maka biaya belanja modal yang dikeluarkan akan berputar menghasilkan keuntungan, namun jika daya beli berkurang, otomasis pembiayaan usaha hanya untuk menutupi operasional saja.

Baca juga: Jualan Starter Kit Berkebun Bisa Raup Omzet Rp 200 Juta Sebulan

Dan hal yang menjadi beban, adalah cara untuk melunasi pinjaman tersebut. Jika keuntungan yang diperoleh belum maksimal, pelunasan pendanaan tentunya tidak mudah.

Walaupun ada restrukturisasi kredit, hal ini nyatanya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pelaku usaha.

“Pengennya sih ada tambahan modal, tapi kan kalau belum ada orderan saya takut gimana mau bayar pegawai. Saya ingin bisa punya anak buah, tapi kan harus jelas (gaji) mingguannya. Dulu saya punya anak buah 10 orang sampai 15 orang dengan bayaran sekitar Rp 600.000 seminggu,” jelas dia.

Untuk membangkitkan UMKM pemerintah merealisasikan dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor koperasi dan usaha mikro kecil menengah (KUMKM).

Baca juga: Dampak Covid-19, Omzet Warteg di Bawah 50 Persen

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Indrawan menjelaskan, realisasi belanja program PEN untuk sektor KUMKM hingga periode 21 Juli 2020 mencapai Rp 11,84 triliun.

Namun, menurut Rully realisasi dana tersebut cenderung lambah penyerapannya, karena minimnya sosialisasi kepada para pelaku UMKM.

"Ada progress yang kita akui masih lambat. Kita masih telusuri di mana penghambatnya, memang rata-rata sosialisasinya kepada masyarakat yang belum sepenuhnya berjalan baik," ujar Rully melalui siaran media Kementerian Koperasi dan UMKM, awal pekan lalu.

Hal senada juga disampaikan oleh Guru Besar Universitas Padjajaran Ina Primianan. Ia menilai memang UMKM saat ini sedang membutuhkan modal untuk kembali menjalankan usahanya.

Ia juga berharap agar program PEN yang sudah direncanakan sangat baik tersebut dapat ditingkatkan akselerasi penyalurannya dengan memaksimalkan sosialisasi.

"Perlu melakukan pendekatan ke perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya agar melakukan percepatan (penyaluran). Mungkin ada UMKM yang belum tahu PEN karena banyak program pemerintah sehingga UMKM tidak mengerti. Jadi perlu juga digencarkan sosialisasinya," tutur Ina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com