JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mematangkan rancangan peraturan presiden (Perpres) tentang harga listrik energi baru terbarukan (EBT). Rancangan tersebut dinilai menjadi penting untuk menggenjot realisasi bauran EBT terhadap energi nasional.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, F.X. Sutijastoto, mengatakan, aturan EBT yang selama ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM tidak memberikan ruang lebih kepada para pelaku usaha.
"Jika hanya mengandalkan Permen saja, maka kontrak-kontrak EBT akan sangat terbatas, seperti yang terjadi saat ini," ujarnya, dalam konferensi pers virtual, Selasa (28/7/2020).
Baca juga: 6 Pegawainya Positif Covid-19, KKP: Kami Akan Lacak...
Dengan akan diaturnya harga EBT hingga pemberian insentif melalui Perpres, Sutjiastoto menambah, potensi EBT nasional dapat dimaksimalkan.
"Ini sangat urgent dalam membangun supaya EBT kompetitif, ini mengingat bahwa potensi EBT cukup besar sekitar 440 MW namun baru terimplementasi 10,4 persen," katanya.
Terbatasnya pergerakan pelaku usaha, terefleksikan dengan rendahnya minat pengembangan EBT nasional.
Sutjiastoto mencotohkan, pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang masih rendah. Saat ini, pengembangan PLTS masih terfokus pada pabrik panel surya dengan kapasitas rendah.
Baca juga: Ini Penyebab Harga Emas Melonjak Tinggi
"Ini yang menyebabkan kemudian pabrikan solar panel bahan bakunya solar cell masih impor, impornya ketengan, pengolahan kecil-kecil akibatnya harganya masih cukup tinggi," sambungnya.
Lebih lanjut, Sutjiastoto mengklaim, dengan hadirnya Perpres, pengembangan EBT dapat menciptakan nilai-nilai ekonomi baru yaitu sebagai energi bersih, menciptakan investasi nasional dan daerah, pengembangan PLTA dan PLTMA di daerah daerah, menciptakan industri EBT dalam blnegeri dan daerah.
"Karena apa? banyak sumber-sumber dari energi baru terbarukan ada di dalam negeri sehinggab ini diharapkan ini mampu mendorong kita keluar dari. kebijakan defisit neraca perdagangan," tuturnya.
Baca juga: Daftar Jadi Relawan, Stafsus Erick Thohir Siap Disuntik Vaksin Covid-19
Namun, dalam pelaksanaannya, Sutjiastoto mengharapkan adanya kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah.
"Pengembangan EBT juga memerlukan dukungan dari berbagai kalangan. Sebagai contoh, PLTA harus ada kerjasama dengan daerah kemudian pusat dan kementerian terkait. Kalau kita lihat pungutan air dari pusat sampai pusat cukup besar, bahkan sampai Rp 250 per kWh," ucapnya.
Baca juga: Bio Farma Cari Relawan untuk Jajal Vaksin Covid-19, Ini Syaratnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.