Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggenjot Bauran Energi Ramah Lingkungan

Kompas.com - 29/07/2020, 09:15 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah fokus menggodok Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). Perpres tersebut disiapkan untuk menggenjot realisasi bauran EBT, dengan cara menciptakan iklim investasi pengembangan energi ramah lingkungan yang lebih kompetitif.

Sebagaimana diketahui, pada tahun 2025 mendatang, pemerintah menargetkan capaian EBT dalam porsi bauran EBT bisa mencapai 23 persen energi nasional.

Namun, dengan kondisi yang ada saat ini, diproyeksi akan terjadi kesenjangan atau gap antara realisasi dengan target tersebut. Pasalnya, tanpa adanya usaha yang lebih, pertumbuhan bauran EBT akan stagnan di kisaran 500 mega watt (MW) per tahun.

Baca juga: IHSG Diproyeksikan Melemah, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) mengatakan, dengan pertumbuhan yang stagnan tersebut, bauran EBT pada tahun 2025 diproyeksi hanya akan mencapai 12.800 MW. Padahal, dengan target bauran sebesar 23 persen, maka kapasitas EBT pada tahun 2025 seharusnya sebesar 20.000 MW.

Dengan demikian, apabila tidak ada upaya lebih yang dilakukan pemerintah, maka akan terjadi gap antara realisasi dan target bauran EBT sebesar 7.200 MW.

Potensi EBT

Sutjiastoto menyebutkan, potensi EBT nasional mencapai 442 giga watt (GW). Namun, sampai dengan saat ini yang terealisasikan baru mencapai 10,4 GW atau setara 2,4 persen.

Baca juga: Digitarasa Buka Pelatihan untuk UMKM Kuliner, Ini Cara Daftarnya

Menurutnya, minimnya fasilitas atau insentif terhadap pelaku usaha menjadi alasan utama pengembangan EBT cenderung lambat. Aturan yang saat ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM, dinilai belum cukup menstimulus lahirnya kontrak-kontrak EBT yang baru.

"Jika hanya mengandalkan Permen saja, maka kontrak-kontrak EBT akan sangat terbatas seperti yang terjadi saat ini," katanya.

Selain itu, belum optimalnya pasar EBT nasional terefleksikan dengan masih tingginya harga jual produk energi ramah lingkungan, seperti panel surya atau solar panel.

Baca juga: Bijak Kelola Keuangan di Tengah Pandemi, Ini Saran OJK

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com