Irwan berharap masyarakat Sumbar untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi.
"Percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat," kata Irwan.
Baca juga: Dua Petani Tenggelam di Waduk PLTA Koto Panjang di Riau
Irwan juga menyesali adanya pernyataan dari DPRD Riau yang menyatakan adanya "pitih sanang" (uang senang) yang diterima Sumbar dari pajak PLTA sebut.
"Istilah tersebut dirasa kurang tepat dan kurang bijak dilontarkan, karena sangat melukai hati rakyat Sumbar," kata Irwan.
Pernyataan itu dinilai seakan-akan melupakan sejarah pembangunan PLTA Koto Panjang dan melupakan pengorbanan rakyat Sumbar atas tenggelamnya 11 Nagari atau Desa di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumbar.
Pernyataan tersebut juga dianggap melupakan masyarakat Sumbar yang berjuang sampai ke Jepang untuk mendapatkan dana pembangunan waduk tersebut.
"Mungkin teman kita di DPRD Riau lupa bahwa air yang mengalir itu asalnya dari mana. Ataukah perlu dilakukan seperti dulu, ada rencana warga Kabupaten Lima Puluh Kota mengalihkan aliran air ke tempat lain," kata Sekretaris Komisi I DPRD Sumbar HM Nurnas.
Baca juga: Pajak PLTA Koto Panjang Dikuasai Riau, Gubernur Sumbar Protes ke Kemendagri
"Kalau ini dilakukan, tentu PLTA Koto Panjang tidak berfungsi. Padahal akibat waduk Koto Panjang ini, Kabupaten Lima Puluh Kota selalu kebanjiran setiap tahun,” kata Nurnas lagi.
Menurut Nurnas, selama ini tidak ada permasalahan soal jatah pembagian pajak antara Pemprov Sumbar dengan Provinsi Riau. Berapapun hasilnya dari PLN, selalu dibagi dua.
Namun dengan adanya surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri tersebut, akhirnya memicu polemik dan protes dari warga Sumatera Barat.
"Apalagi ditambah dengan pernyataan anggota DPRD Provinsi Riau yang sangat menyinggung perasaan masyarakat Sumatera Barat dengan istilah pitih sanang," kata Nurnas.
Baca juga: Pintu Waduk PLTA Koto Panjang Dibuka, Masyarakat di Hilir Sungai Diminta Waspada
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar Yozarwardi Usama Putra menyebutkan, terdapat daerah tangkapan air (DTA) di Koto Panjang seluas 150.000 hektare yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara di Danau Koto Panjang.
Artinya, sumber air Waduk Koto Panjang berasal dari hutan-hutan yang berada di Sumatera Barat. Yozawardi mengatakan, untuk memastikan hutan tetap terjaga, Pemprov Sumbar melakukan kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan pada wilayah tersebut.
Selain itu, melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) sebanyak lebih kurang Rp 2 miliar per tahun dari APBD Provinsi Sumatera Barat.
Baca juga: Mengintip Besaran Gaji Take Home Pay PNS Bea Cukai
(Sumber: KOMPAS.com/Kontributor Padang, Perdana Putra | Editor: Abba Gabrillin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.