Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian BUMN: Wajar Ada Perwakilan Pemerintah di Posisi Komisaris BUMN

Kompas.com - 05/08/2020, 15:35 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menilai wajar ada perwakilan dari pemerintah yang mengisi posisi komisaris di perusahaan plat merah.

Sebab, BUMN merupakan perusahaan milik negara. Atas dasar itu, perlu adanya perwakilan dari pemerintah untuk mengawasi perusahaan tersebut.

“Jadi wajar sekali kalau pemerintah juga yang mengawasi BUMN tersebut sebagai komisaris. Kalau tidak nanti siapa yang mengawasi mereka,” ujar Arya, Rabu (5/8/2020).

Kendati begitu, lanjut Arya, jika nantinya ada aturan yang melarang aparatur sipil negara (ASN) atau anggota Polri/TNI yang masih aktif menjadi komisaris di BUMN, pihaknya akan menaatinya.

Baca juga: Surati Presiden, Ombudsman Minta Komisaris BUMN yang Rangkap Jabatan Dicopot

“Makanya kami di Kementerian BUMN tetap mengatakan, selama ada regulasinya kami pasti patuhi, enggak mungin enggak, dan ini sudah belaku lama dari tahun ke tahun dan memang regulasinya sepeti itu, makanya kita patuh pada regulasi yang ada, apa pun regulasi akan dipatuhi Kementeria BUMN,” kata Arya.

Terkait rekomendasi dari Ombudsman yang meminta Presiden Joko Widodo membuat aturan soal pelarangan rangkap jabatan di komisaris BUMN, Arya mengatakan pihaknya akan menunggu sampai usulan itu benar-benar terealisasi.

“Rekomendasi mereka (Ombudsman) kan mengusulkan kepada bapak presiden untuk membuat regulasi, artinya mereka juga melihat bahwa ini memang belum ada regulasi yang mengaturnya dan kita dari Kementerian jelas bahwa kami akan mematuhi semua regulasi yang ada,” ucap dia.

Ombudsman RI sebelumnya menemukan ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN. Angka tersebut untuk rentang tahun 2016-2019.

Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, mereka yang merangkap jabatan ini juga terindikasi rangkap penghasilan.

"Hingga tahun 2019, ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN," kata Alamsyah dalam konferensi pers daring, Selasa (4/8/2020).

Ia menuturkan, Ombudsman bersama KPK telah melakukan analisis terhadap data tersebut.

Alamsyah menjelaskan, mereka melakukan pendalaman atau profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal.

Hasilnya, sebagian dari komisaris yang rangkap jabatan itu berpotensi konflik kepentingan dan tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan penempatan.

Dalam surat yang mereka serahkan kepada Presiden, ada empat kesimpulan yang dicatat Ombudsman terkait praktik rangkap jabatan komisaris BUMN.

Pertama, adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas.

Kedua, pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan (UU, PP, dan peraturan menteri).

Ketiga, adanya rangkap penghasilan yang tidak didasarkan prinsip imbalan atas beban tambahan yang wajar dan berbasis kinerja.

Keempat, sistem rekrutmen komisaris BUMN kurang transparan, kurang akuntabel, dan diskriminatif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com