BEBERAPA saat lalu saya berdiskusi sambil ngopi sore dengan seorang rekan pengusaha, membandingkan dampakpandemi Covid-19saat ini dengan krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998- 1999 dulu, terhadap ekonomi dan bisnis kecil.
Walaupun mau dibilang ngopi bareng yah kurang pas juga, mengingat saya cuma minum air putih di ruang kerja saya di lantai atas, dan dia pake celana pendek dan kaos kutang sambil minum teh di ruang makan di rumahnya sendiri. Enggak ada setetes kopi pun yang terlibat.
Maklum, dalam era pandemi, yang namanya ngopi bareng ya begini, ngopi digital via Zoom.
Saya ingat bagaimana dulu, tiba- tiba, tren kafe jalanan alias warung trotoar, mendadak booming. Ibarat lagu pop yang lagi menguasai hashtag trending, semua ‘menyanyikan’ peluang usaha warung, berharap ini akan menjadi solusi finansial mereka. Saking trendingnya, setiap warung atau kafe jalanan bisa cuma dipisahkan jarak satu meter dengan kafe tetangganya!
Trend kafe jalanan untuk zaman pandemi ini, nampaknya adalah kelas online. Zoominar, Instagram live, atau apapun platform yang dipakai oleh si trainer dan pengajar dadakan tadi.
Setiap kelas online ini, baik dalam bentuk Zoominar atau apapun, rasanya hanya dipisahkan satu post antara satu dengan lainnya.
Saat enggak ada yang bisa dilakukan dalam pandemi, mengajar kelas online lewat social media atau Zoom jadi salah satu pilihan utama. Persis seperti kafe jalanan di tahun 1999-an. Murah meriah!
Perkenalan dan keuntungan budaya bekerja online
Namun berbeda dari trend kafe jalanan dulu, kami sepakat bahwa budaya bekerja online ini mungkin enggak akan begitu saja raib, atau menghilang ditelan waktu.
Ada perbedaan utama dalam kedua tren peluang itu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.