Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi yang Minus, dan Strategi Pemerintah Hadapi Resesi

Kompas.com - 06/08/2020, 07:30 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II 2020 minus hingga 5,32 persen.

Secara kuartalan, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen.

Memang, pertumbuhan ekonomi negatif telah diprediksi oleh pemerintah hingga Bank Indonesia (BI) dan para pengamat. Namun, angka -5,32 persen lebih tinggi dari ekspektasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Mantan Direktur Bank Dunia itu memprediksi ekonomi RI tertekan dengan batas bawah -5,1 persen dan titik tengah -4,3 persen. Begitu juga Bank Indonesia yang memprediksi ekonomi akan tersungkur di rentang 4,3 persen hingga 4,8 persen.

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen, Sri Mulyani Sebut Sistem Keuangan Normal

"Jadi kita ekspektasi kuartal II itu kontraksi. Saya sampaikan di sini (rentang kontraksi antara) minus 3,5 persen sampai minus 5,1 persen. Titik poin (nilai tengah) minus 4,3 persen," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR RI, Rabu (15/7/2020).

Konsumsi rumah tangga terjun bebas

BPS mencatat, semua komponen mengalami kontraksi sehingga Produk Domestik Bruto (PDB) RI negatif hingga -5,32 persen. Kontraksi terdalam tentu berasal dari komponen konsumsi rumah tangga, yang menjadi penopang PDB RI paling tinggi dan mendominasi.

Secara tahunan (year on year/yoy) konsumsi rumah tangga terkontraksi hingga -5,51 persen. Hanya ada 2 komponen yang masih mencatatkan pertumbuhan positif, yakni perumahan dan perlengkapan rumah tangga 2,36 persen; serta kesehatan dan pendidikan 2,02 persen.

Kontraksi yang terdalam adalah di sektor restoran dan hotel sebesar -16,53 persen; diikuti transportasi dan komunikasi -15,33 persen; pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya -5,13 persen; dan lainnya -3,23 persen.

Investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), yang menjadi penopang PDB kedua terbesar, juga terkontraksi 8,61 persen. Semua komponen terkontraksi, dengan yang terdalam di sektor kendaraan -34,12 persen; peralatan lainnya -26,09 persen; CBR -14,89 persen; mesin dan perlengkapannya -12,87 persen; dan produk kekayaan intelektual -11,46 persen.

Sementara itu, konsumsi pemerintah terkontraksi 6,90 persen. Kontraksi konsumsi pemerintah terjadi untuk penurunan realisasi belanja barang dan jasa, belanja pegawai turun, dan bansos masih naik 55,87 persen.

Selain itu, ekspor barang dan jasa terkontraksi 11,66 persen dan LNPRT -7,76 persen. Impor barang dan jasa terkontraksi 16,96 persen, dengan rincian impor barang terkontraksi 12,99 persen dan impor jasa terkontraksi 41,36 persen.

Dari kontraksi 5,32 persen, konsumsi rumah tangga mencatat kontraksi terdalam sebesar -2,96 persen, diikuti investasi -2,73 persen, konsumsi pemerintah -0,53 persen, konsumsi LNPRT -0,10 persen, dan lainnya -1 persen.

Pertama sejak 1999

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, kontraksi 5,32 persen merupakan yang terdalam sejak kuartal I tahun 1999. Saat itu, pertumbuhan ekonomi RI mengalami kontraksi -6,13 persen.

Baca juga: Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2020 Jadi Pertaruhan

Pria yang akrab disapa Kecuk ini menyebut, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 yang terkontraksi 5,32 persen tidak akan ada revisi. Jikapun ada, revisi bakal dilakukan pada akhir tahun 2020.

"Kalau melacak kembali pada pertumbuhan ekonomi secara triwulanan, ini terdalam sejak triwulan I 1999. Pada triwulan I 1999, Indonesia mengalami kontraksi -6,13 persen," kata Suhariyanto dalam konferensi video, Rabu (5/8/2020).

Menteri gelar konpers

Terjunnya ekonomi membuat beberapa menteri dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelar konferensi pers di hari yang sama saat BPS mengumumkan PDB kuartal II.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, meski mengalami pertumbuhan negatif, kontraksi ekonomi RI tidak jatuh dalam dibanding beberapa negara dunia.

Negara-negara yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi negatif lebih dalam, antara lain Amerika Serikat -9,5 persen di kuartal I 2020, China -6,8 persen di kuartal I 2020, dan negara-negara kawasan Eropa -11,9 persen di kuartal II 2020.

Selanjutnya, negara tetangga RI, yakni Singapura terkontraksi 12 persen, dan Meksiko terkontraksi -18,9 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com