Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dradjad H Wibowo
Ekonom

Ekonom, Lektor Kepala Perbanas Institute, Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI), Ketua Pendiri IFCC, dan Ketua Dewan Pakar PAN.

Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen: Sekali Lagi, Tolong Kendalikan Pandeminya

Kompas.com - 06/08/2020, 12:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada 2020 pun demikian. Pada kuartal I-2020, konsumsi tumbuh 2,83 persen sementara ekonomi tumbuh 2,97 persen.Pada kuartal II-2020, konsumsi terkontraksi minus 5,51 persen, ekonomi minus 5,32 persen.

KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1998-Kuartal II 2020

Konsumsi menyumbang 55-60 persen dari PDB. Pada kuartal II-2020 angkanya 57,9 persen.

Jika dibedah lebih dalam, semua jenis konsumsi tumbuh minus. Konsumsi restoran dan hotel serta transportasi dan komunikasi malah minus dua digit, yaitu minus 16,5 persen dan minus 15,5 persen.

Efeknya, semua penjualan eceran terkontraksi. Mulai dari makanan, pakaian, hingga budaya dan rekreasi.

Bahkan, penjualan rokok yang biasanya tahan banting pun anjlok. Penjualan wholesale untuk mobil dan motor terkontraksi. Demikian juga dengan transaksi kartu kredit, debit, dan uang elektronik. 

Dibanding konsumsi, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi relatif lebih lemah hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi.

Namun, peranan investasi ini cukup besar, hingga kuartal II-2020 mencapai hampir 31 persen dari PDB. Semua jenis PMTB tumbuh minus, bahkan mencapai minus 34 persen untuk kendaraan.

Pemerintah menyebut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai pemicu pertumbuhan serba minus ini. Bahkan, Presiden sempat berkata, jika lockdown dilakukan, mungkin pertumbuhan bisa minus 17 persen.

Baca juga: Jokowi: Saya Tidak Bisa Bayangin kalau Dulu Kita Lockdown...

Ini adalah pandangan yang keliru dan myopic. Studi yang saya kutip di atas serta kinerja Taiwan adalah buktinya.

Memang PSBB membatasi pergerakan orang, sehingga otomatis konsumsi dan investasi terganggu. Namun, di Indonesia PSBB kan sangat longgar. Pergerakan orang tetap tinggi.

Bahkan, meski kasus masih naik, PSBB dipaksakan dibuka pada awal Juni 2020. Jadi, hampir sepertiga dari periode kuartal II-2020 itu tanpa PSBB atau hanya sekadarnya. Toh, kontraksi ekonomi tetap tinggi.

Masalahnya bukan di PSBB. Masalahnya adalah rendahnya kepercayaan atau confidence dari konsumen dan investor, karena Indonesia dinilai jelek dalam mengatasi pandemi.

Baca juga: Quo Vadis PSBB?

Jumlah kasus Covid-19 Indonesia hingga 5 Agustus adalah 116.871 atau lebih dari 43 kasus per 100.000 penduduk. Penduduk Indonesia 269,6 juta. Jadi sebagai proporsi jumlah penduduk, kasus di Indonesia lebih dari 20 kali lipat Taiwan.

Pers negara maju menilai negatif Indonesia dalam urusan pandemi. Cukup banyak artikelnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com