Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Siapkan Penyederhanaan PPN Barang Bekas

Kompas.com - 06/08/2020, 20:11 WIB
Yohana Artha Uly,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menyederhanakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor ritel dan barang bekas.

Pengaturannya bakal berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Rencana tersebut merupakan salah satu fokus kebijakan teknis perpajakan yang tercantum dalam Laporan Kinerja DJP (LAKIN) tahun 2019.

Baca juga: Petani Bisa Pilih Skema Tarif PPN 1 Persen

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, penyederhaan pengenaan PPN untuk meningkatkan rasio pajak (tax ratio) yang saat ini masih rendah.

"Ada beberapa yang sedang dikerjakan, untuk barang bekas sedang kita siapkan PMK. Kemudian nilai lain untuk barang daur ulang seperti kertas, plastik, besi bekas, itu sedang kita siapkan juga arahnya kesana,” ujarnya dalam diskusi online Kemenkeu, Kamis (6/8/2020).

Meski demikian, Febrio enggan merinci lebih jauh tentang rencana penyederhanaan pengenaan PPN untuk sektor ritel dan barang bekas tersebut. Lantaran, menurutnya ini masih dalam pembahasan.

Febrio bilang, kedepannya pemerintah akan melakukan reformasi penerimaan negara untuk jangka panjang, baik dari sisi regulasi dan upaya pajak (tax effort) yang masih kurang. Ini untuk meningkatkan rasio pajak.

Baca juga: Tarif PPN Produk Pertanian Tertentu Turun Jadi 1 Persen

Menurutnya, untuk meningkatkan rasio pajak maka Ditjen Pajak tak bisa hanya mengambil langkah untuk meningkatkan penerimaan, tetapi juga upaya untuk memperbesar basis pajak.

"Sehingga kalau ekonomi besar maka basis pajak tambah besar, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi biasanya share sektor formal makin besar dalam perekonomian, dan sektor formal relatif lebih mudah dipajaki dibandingkan sektor informal,” katanya.

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menambahkan, sektor ritel memiliki bentuk usaha yang bervariasi, yakni usaha ritel yang sudah sepenuhnya formal dan usaha ritel yang masih dijalankan secara informal.

"Ini kami sedang pikirkan kolaborasi dengan BKF untuk cari cara pemajakan yang lebih efisen, coverage lebih luas, dan masuk ke dalam sistem administrasi pajak," ujarnya.

Baca juga: Per 1 Agustus,Transaksi di 6 Perusahaan Digital Ini Kena PPN 10 Persen

Suryo mengatakan, Ditjen Pajak juga ingin memperluas basis pajak. Salah satunya dengan menyederhanakan mekanisme pembayaran pajak agar pelaku usaha mau secara formal terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan.

"Jadi mengupayakan memperluas basis pajak dan semakin banyak orang bisa masuk sistem lebih formal. Bahasa sederhannya, bayar pajak itu enggak susah dan enggak mahal loh. Jadi semakin banyak orang berpartisipasi,” jelas dia.

Teranyar, pemerintah telah menyederhanakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk pertanian tertentu yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2020.

Beleid ini menawarkan dua opsi sebagai dasar pengenaan pajak dalam PPN bagi petani dengan omzet Rp 4,8 miliar per tahun atau 400 juta per bulan.

Terdiri dari skema normal dengan menggunakan harga jual sebagai dasar pengenaan pajak, sehingga tarif efektif PPN 10 persen.

Atau skema baru, menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak yakni tarif 10 persen dari harga jual. Sehingga tarif efektif PPN menjadi 1 persen dari harga jual (10 persen dikalikan 10 persen dari harga jual).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com