Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko Listyanto
Ekonom

Wakil Direktur INDEF (Institute for Development of Economics and Finance)

Interelasi Sektor Jasa Keuangan dan Peran OJK

Kompas.com - 07/08/2020, 17:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEKTOR jasa keuangan merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian. Dinamika yang terjadi di sektor ini bahkan sering menjadi salah satu penanda apakah perekonomian suatu negara sudah cukup maju atau masih moderat.

Negara maju umumnya memiliki sektor jasa keuangan yang juga berkembang pesat. Sementara, negara berkembang sebagian besar masih terus berproses untuk menata sektor jasa keuangannya menjadi stabil dan inklusif.

Urgensi inilah yang membuat upaya untuk mewujudkan ekosistem jasa keuangan yang teratur, adil, transparan, serta tumbuh secara stabil dan berkelanjutan perlu mendapat dukungan.

Karena pada akhirnya setiap negara termasuk Indonesia menginginkan menjadi negara maju dengan sektor jasa keuangannya yang maju pula.

Di Era 4.0 ini, kemajuan teknologi di sektor jasa keuangan yang berpadu dengan kebutuhan konsumen akan layanan yang aman, cepat, mudah, dan murah membuat interrelasi antar entitas di sektor jasa keuangan semakin erat dan kompleks.

Baca juga: Kerugian Masyarakat akibat Investasi Bodong Capai Rp 92 Triliun

Di satu sisi ini menandakan berjalannya pembangunan di sektor jasa keuangan karena semakin adaptifnya sektor jasa keuangan dengan kebutuhan nasabah dan perkembangan perekonomian.

Namun, di sisi lain situasi ini juga menuntut berjalannya pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang prima agar integrasi antar entitas yang terjadi tidak menimbulkan risiko sistemik di kemudian hari.

Pada titik ini peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat strategis sekaligus menantang. Karena demarkasi yang semakin samar antara kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, serta lembaga jasa keuangan lainnya.

Semua kegiatan di sektor jasa keuangan tersebut semakin berkelindan satu sama lain. Tidak hanya dalam lingkup sektor jasa keuangan, bahkan terkadang bisa lintas sektor.

Inovasi maupun bentuk-bentuk produk usaha di sektor jasa keuangan juga semakin beragam. Bahkan dapat dikatakan pada beberapa kasus yang ditemui akhir-akhir ini tidak jelas bentuk usahanya.

Masyarakat secara umum beranggapan produk jasa keuangan tersebut di bawah pengawasan OJK. Padahal sangat mungkin kewenangan untuk mengawasinya terbatas atau bahkan tidak ada.

Baca juga: Isu Peleburan ke BI Kembali Mencuat, OJK: Enggak Boleh Mengandai-andai

Industri keuangan yang kompleks

Kasus demi kasus investasi ilegal yang terungkap beberapa tahun ini membuktikan akan pentingnya menggalakkan edukasi dan literasi keuangan. Di luar itu aspek keberadaan regulasi yang secara komprehensif mengatur dan mengawasi juga diperlukan.

Kompleksitas dinamika di sektor jasa keuangan membuat kehadiran OJK tetap diperlukan. OJK merupakan wasit yang harus bertindak adil, transparan, dan independen dalam menjaga kompetisi maupun interelasi antar entitas sektor jasa keuangan yang terjadi di dalamnya.

Pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan di antara entitas sektor jasa keuangan yang bersaing, tidak lantas menjadikan jalannya kompetisi tanpa wasit akan menjadi lebih baik.

Justru kemungkinan terjadinya chaos jadi lebih besar. Terlebih dalam situasi di mana Indonesia sedang mengalami kontraksi ekonomi seperti saat ini.

Sejak beroperasi penuh di 2014 , OJK bisa dikatakan cukup berhasil mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan terlihat dari indikator prudensial yang hingga Juni 2020 masih positif dengan profil risiko yang terjaga.

Di sektor perbankan, yang merupakan sektor dominan dalam industri jasa keuangan di Indonesia, sampai dengan Mei 2020 terdapat Rp 6.174,6 triliun Dana Pihak Ketiga (DPK) masyarakat yang disimpan di perbankan.

Baca juga: OJK: 6,73 Juta Nasabah Bank Terima Restrukturisasi Kredit Per Juli 2020

Tentu saja ini bukan likuiditas yang sedikit mengingat saat dimulainya pemindahan pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke OJK, total DPK di perbankan sebesar Rp 2.970,85 triliun (Desember 2013) atau sekitar separuh dari posisi saat ini.

Perkembangan DPK tersebut menggambarkan sektor perbankan di Indonesia secara umum terus tumbuh, namun juga semakin memerlukan pengawasan yang intensif seiring dengan besarnya dana masyarakat yang dikelola oleh bank.

Lebih lanjut, pada posisi Juni, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) masih cukup tinggi yakni sebesar 22,59 persen.

Kecukupan likuiditas juga terjaga dengan baik. Hal itu tecermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) per 15 Juli 2020 menguat ke level 122,57 persen dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 26,02 persen, jauh berada di atas threshold 50 persen dan 10 persen.

Di tengah pelemahan aktivitas ekonomi akibat pembatasan sosial yang menekan kinerja intermediasi perbankan, posisi Juni kredit tumbuh sebesar 1,49 persen yoy dengan NPL gross sebesar 3,11 persen.

Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 7,95 persen yoy didorong oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai 11,90 persen (yoy). Rasio NPF tumbuh sebesar 5,1 persen sementara risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,92 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.

Baca juga: Sedang Disorot, Bagaimana Kinerja OJK di Semester I 2020?

Tantangan digitalisasi

Seiring dengan kemajuan teknologi digital, sektor perbankan juga harus bersaing dengan berbagai macam entitas sektor keuangan yang menyediakan layanan serupa dengan bank.

Terkadang interelasi perbankan dengan non bank ini bersifat mutualisme, namun tidak jarang juga hubungannya kompetisi dan saling meniadakan misalnya saja persaingan bank dengan fintech.

Perkembangan sektor jasa keuangan semacam ini memerlukan sebuah lembaga pengawas atau regulator yang mampu menciptakan iklim usaha yang sehat, adil, dan juga kondusif bagi berkembangnya masing-masing sektor ke depannya.

Optimalnya pengaturan, pengawasan, dan pengelolaan ekosistem jasa keuangan secara keseluruhan oleh OJK akan membuat risiko yang membayangi sektor keuangan bisa terkendali sehingga daya dukung dalam mendorong perekonomian juga akan semakin maksimal.

Namun, tentu saja ini bukan pekerjaan mudah mengingat eksistensi OJK dapat dikatakan masih baru dan perlu banyak pembenahan baik di sisi internal maupun eksternal.

Di sisi lain, ekspektasi publik akan hadirnya pengawasan sektor jasa keuangan yang prima tidak bisa ditunda-tunda.

Baca juga: Jaga Sektor Keuangan, Ekonom Sebut Peran OJK Masih Diperlukan

Urgensi Peran OJK

Masyarakat tentu berharap kehadiran OJK harus bisa membawa pengawasan sektor jasa keuangan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan periode waktu lalu di mana pengawasan masih berada di beberapa lembaga.

Desain ideal pemisahan antara kewenangan pengaturan sektor moneter dengan sektor jasa keuangan diharapkan bisa membuat sektor moneter maupun sektor jasa keuangan sama-sama fokus terlibat untuk membesarkan perekonomian Indonesia secara lebih baik dan optimal.

Namun demikian, tentu saja sebuah lembaga tidak ada yang sempurna dan memang kehadiran OJK masih perlu untuk terus dibenahi di berbagai sisi.

Terlebih lagi OJK saat ini juga ikut menangani berbagai macam bentuk kegiatan di sektor keuangan yang lahir dari memanfaatkan celah-celah regulasi pengawasan. Misalkan saja kasus tentang investasi bodong yang belum diatur secara jelas di undang-undang namun telah beredar di masyarakat.

Dunia sektor jasa keuangan ke depan adalah sebuah ekosistem yang semakin kompleks seiring kemajuan jaman. Oleh karena itu, diperlukan lembaga pengawas yang kredibel dan mumpuni untuk mengatur dinamika yang terjadi, serta dapat secara baik memitigasi setiap risiko yang muncul.

Dengan segala macam tantangan tersebut, keberadaan OJK yang sigap diperlukan dalam mengatur dan mengembangkan sektor keuangan ke depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com