Akibatnya dalam kebijakan open sky policy, negara-negara ASEAN protes bahwa Indonesia (pada waktu itu) mempunyai 28 bandara internasional.
Padahal yang dibuka sebagai bandara internasional hanya 5 bandara, yakni Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Juanda, Bandara Hasanuddin di Makassar, dan Kualanamu di Medan.
Sebenarnya yang dimaksud bandara internasional adalah bandara yang menerima penerbangan internasional dari berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, Vietnam, India, Pakistan, Arab Saudi, Qatar, Belanda, Jerman, dan Perancis.
Baca juga: Syarat Wajib bagi Penumpang Penerbangan Internasional Bandara Soetta
Penataan bandara internasional perlu mengatur syarat-syarat bandara internasinal. Pengaturannya perlu selektif sesuai dengan maksud tujuan kebijakan nasional, khususnya untuk mendorong ekonomi dan industri pariwisata nasional, suatu industri yang paling menderita akibat Covid-19.
Bandara internasional hanya ditetapkan di pinggir-pinggir batas wilayah kedaulatan, misalnya Jakarta, Denpasar, Surabaya, Kualanamu, Manado, Merauke, Balikpapan.
Bandara Hasanuddin di Makasar tidak dapat ditunjuk sebagai bandara internasional karena terlalu masuk ke dalam wilayah Indonesia, yang merupakan hak perusahaan penerbangan nasional yang diakui oleh Pasal 7 Konvensi Chicago 1944.
Penerbagan tersebut dikenal sebagai asas cabotage, yaitu pengangkutan penumpang dan/atau barang secara komersial dari satu tempat ke tempat yang lain dalam satu wilayah negara berdaulat.
Karena itu, penentuan Bandara Hasanuddin sebagai bandara internasional tidak sesuai dengan asas cabotage yang seharusnya menjadi hak perusahaan penerbangan nasional.
Penentuan bandara internasional biasanya ditetapkan di pinggir-pinggir saja, seperti Amerika Serikat tidak mungkin mengizinkan British Airways yang terbang langsung dari London ke Los Angeles.
Paling banter AS membolehkan British Airways dari London ke New York atau Washington karena rute New York atau Washington ke Los Angles merupakan asas cabotage AS.
Kecuali ada hitung-hitungan lain, AS tidak mungkin mengizinkan Garuda Indonesia terbang dari Denpasar atau Biak langsung ke Los Angles. Paling banter sampai Hawai karena rute Hawai ke Los Angles adalah asas cabotage AS.
Karena itu, bilamana Indonesia mengizinkan penerbangan langsung ke Hasanuddin di Makasar juga kurang tepat.
Daripada menetapkan Bandara Hasanuddin sebagai bandara internasional, lebih baik Manado dipilih sebagai kota dengan bandara internasional.
Penetapan Manado sebagai tempat bandara internasional lebih baik daripada Makassar dengan pertimbangan untuk melayani industri pariwisata wilayah timur Indonesia.
Di samping itu Manado juga dapat dipakai sebagai airpark untuk menyimpan pesawat untuk sementara atau pesawat rusak yang masih diparkir di bandara.
Pesawat yang rusak masih diparkir di bandara juga menjadi masalah karena biaya parkir hanya hitung-hitungan dalam buku dan biasanya sulit ditagih dan akhirnya dibebaskan atas persetujuan pemerintah.
Dengan peristiwa Covid-19, masalah airpark menjadi penting karena secara global banyak pesawat terpaksa diparkir karena pembatasan terbang dari berbagai negara, khususnya Indonesia juga belum pernah memikirkan perlunya airpark.
Dengan menentukan Manado sebagai tempat bandara internasional, maka dapat menampung pesawat internasional parkir di Manado.