Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Nauru, Negara Kaya Raya yang Kini Jatuh Miskin

Kompas.com - 15/08/2020, 10:33 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Penahkah mendengar Nauru? negara pulau ini bisa dikatakan terdengar asing bagi telinga banyak orang di Indonesia. Ini wajar, karena negara pulau ini sangat kecil dan hampir tak memiliki peran signifikan dalam dunia internasional.

Padahal jika menilik ke belakang, tepatnya pada era tahun 1980-an, Nauru adalah satu negara paling makmur di dunia. Namun dalam beberapa tahun kemudian, statusnya melorot menjadi salah satu negara paling miskin di dunia.

Dilansir dari The Guardian, Sabtu (15/8/2020), negara dengan luas pulau utama hanya 21 kilometer persegi ini merupakan satu di antara negara kepulauan terkecil di Pasifik dengan populasi penduduk tak sampai 10.000 orang.

Bekas koloni Inggris ini tercatat pernah jadi negara dengan pendapatan per kapita tertinggi secara global, sehingga sempat membuat iri banyak negara-negara tetangganya di Pasifik.

Baca juga: Daftar 10 Negara Penghasil Batu Bara Terbesar Dunia, RI Urutan Berapa?

Nauru dulunya adalah negara penghasil fosfat terbesar dunia. Bukan sembarang fosfat, namun fosfat yang bermutu sangat tinggi yang terbentuk dari endapan kotoran burung selama berabad-abad.

Fosfat sendiri merupakan bahan baku pupuk. Setelah merdeka dari Inggris tahun 1968, tambang fosfat bergitu marak di Nauru, puncak produksinya terjadi pada era tahun 1980-an.

Eksploitasi fosfat

Permintaan fosfat dunia yang mengalami kenaikan pesat untuk kebutuhan penyubur tanah memicu eksploitasi besar-besaran fosfat di Nauru. Kebutuhan pangan memang meningkat drastis beberapa tahun pasca-Perang Dunia II karena bertambahnya populasi, sehingga mendorong naiknya permintaan fosfat. 

Di sisi lain, cadangan di tambang-tambang fosfat di Australia dan Selandia Baru terus menipis. Ini membuat pasokan fosfat beralih ke Nauru.

Baca juga: 10 Negara Produsen Emas Terbesar Dunia, RI Urutan Berapa?

Pada tahun 1963 hingga tahun 1970, banyak penduduknya dipaksa pindah karena meningkatnya pembukaan tambang fosfat. Keuntungan yang diterima pemerintah Nauru sangatlah besar.

Dari penjualan fosfat di tahun 1980 saja, negara itu mendapatkan pemasukan paling sedikit 123 juta dollar AS. Pemasukan itu belum termasuk penerimaan dari pajak dan royalti. 

Dengan penduduk yang hanya sekitar 10.000, membuatnya sempat nangkring di posisi teratas negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia, mencapai 27.000 dollar AS per tahun, jauh di atas pendapatan per kapita AS yang di tahun 1980 sebesar 12.500 dollar AS. 

Uang negara dihamburkan

Pendapatan yang besar dari fosfat mendorong pemerintah Nauru membebaskan banyak pajak dan subsidi perumahan besar-besaran. Layanan publik seperti rumah sakit, sekolah, transportasi, semua digratiskan.

Selain itu, banyak pemuda Nauru dikirim ke Australia untuk berkuliah di universitas-universitas bergengsi di sana dengan biaya subsidi penuh dari pemerintah. Pejabat pemerintah juga bergaya hidup glamor. 

Baca juga: Disinggung Luhut Jadi Incaran Dunia, Apa Itu Rare Earth?

Oleh pemerintah Nauru, kekayaan besar dari tambang fosfat lebih banyak dihamburkan dan tak dimanfaatkan sebagai investasi jangka panjang. Perlahan, deposit fosfat mulai habis dieksploitasi di tahun 1990-an.

Selain royalti yang meyusut, bekas tambang membuat kerusakan parah pada sekitar 80 persen pulau utama Nauru. Permukaan sisa tambang tak bisa dimanfaatkan untuk pertanian sehingga jadi lahan gersang dengan lubang menganga dimana-mana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com