INDONESIA adalah sebuah negara yang luas sekali dan terletak pada posisi yang sangat strategis di permukaan bumi ini. Sangat strategis, karena Indonesia berada pada posisi yang diapit dua samudera dan dua benua.
Keistimewaan lain dari Indonesia adalah, negeri ini merupakan sebuah negara yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil terpencar serta tersebar di sepanjang garis Khatulistiwa. Selain sangat luas, dan berujud kepulauan pada posisi silang antar benua dan samudera, Indonesia sebagian besar juga terdiri dari wilayah yang berpegunungan.
Dengan karakteristik yang seperti itu, maka jejaring perhubungan udara menjadi sebuah moda transportasi yang sangat dibutuhkan dalam memenuhi hajat hidup rakyat banyak di samping sebagai sarana utama bagi dukungan adminstrasi logistik dalam mekanisme kerja keseharian roda pemerintahan. Perhubungan Udara telah menjadi salah satu alat utama pemersatu bangsa.
Desember 2019 telah muncul wabah serius yang cukup berbahaya di Wuhan, dikenal dengan nama Covid-19 dan telah menyebar dengan cepat ke seantero jagad. Bulan Maret, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Covid-19 sebagai Global Pandemi.
Langkah yang dilakukan oleh banyak negara adalah memberlakukan lockdown, menutup hubungan antar negara dan Karantina bagi mereka yang tertular maupun yang dicurigai tertular covid-19.
Berkembanglah pula prosedur baru yang disebut sebagai Protokol Kesehatan Covid-19 yaitu Pakai Masker, Jaga Jarak, dan Sering Cuci Tangan (PJS).
Ditambah lagi dengan anjuran pemerintah untuk bekerja dari rumah atau WFH, Work From Home.
Nah, dengan diberlakukannya lockdown, karantina, dan protokol kesehatan PJS serta WFH, maka serta merta dengan sendirinya menurunkan secara drastis pergerakan manusia yang menggunakan moda transportasi udara.
Demikianlah maka sektor yang paling parah dari dampak penyebaran Covid-19 ini adalah industri penerbangan. Lebih spesifik adalah maskapai penerbangan dan pabrik pesawat terbang.
Tidak bisa dihindari maka yang turut merasakan dampak ikutannya adalah sektor pariwisata, bisnis hotel dan restoran, serta semua yang berhubungan erat dengan sistem transportasi udara antara lain bandara, badan pelayanan lalulintas udara, dan bengkel pesawat terbang.
Pada intinya adalah bahwa air traffic yang selama ini tumbuh pesat telah menurun dengan drastis. Pertumbuhan penumpang yang telah meningkat dalam dua dekade terakhir sampai menyebabkan tertinggalnya kesiapan infrastruktur dan pembinaan SDM Aviasi, sekarang ini benar-benar anjlok.
Adegan ini sungguh-sungguh menunjukkan tentang bagaimana seolah-seolah laju pertumbuhan penumpang “berhenti” untuk memberikan waktu bagi kesiapan yang matang dari pengelolaan infrastruktur penerbangan dan kesiapan SDM yang mumpuni.
Pertumbuhan penumpang yang anjlok, jelas-jelas telah membuat banyak sektor di Industri Penerbangan dan sektor terkait lainnya menjadi “korban” dan “menderita”. Akan tetapi kurang banyak disadari bahwa dengan “rendahnya” jumlah lalulintas penerbangan maka terbuka sejumlah peluang untuk memperbaiki dunia penerbangan nasional yang belakangan ini banyak menghadapi masalah serius.
Peluang di tengah pandemi
Dengan jumlah lalu lintas penerbangan yang menjadi “sangat sedikit”, maka terbuka lebar bagi penataan ulang jejaring perhubungan udara yang dapat difokuskan bagi pengembangan pariwisata dalam negeri.