Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Peluang di Tengah Pandemi, Menata Ulang Tata Kelola Perhubungan Udara Nasional

Kompas.com - 15/08/2020, 15:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal ini seiring dengan upaya untuk memulihkan kembali beberapa daerah wisata terkemuka seperti Bali misalnya. Demikian pula halnya dengan tindak lanjut dari Instruksi Presiden mengenai pengelolaan FIR (Flight Information Region) Singapura, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk menuntaskannya.

Alasan tentang International Aviation Safety berkait dengan padatnya lalu lintas udara di kawasan tersebut menjadi sangat tidak relevan lagi, karena air traffic yang sudah sangat menurun jumlahnya, tidak lagi memerlukan SDM dan peralatan yang sophisticated, seperti yang selama ini selalu saja di dramatisasi sebagai alasan.

Persoalan FIR Singapura dengan jumlah lalulintas penerbangan yang “sedikit” telah menjadi porsi urusannya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara antar kedua negara untuk menyelesaikannya karena isu yang dihadapi telah menjadi isu yang sangat kecil porsinya untuk dibicarakan oleh banyak pihak setingkat Kementrian.

Hal yang sama terjadi pada kasus negara Kamboja yang dengan mudah berhasil mengelola kembali wilayah udara kedaulatannya setelah lama dikelola oleh Thailand.

Sebuah persoalan yang secara prinsip mengacu kepada Hukum Udara Internasional dan cukup diselesaikan pada tingkat Direktorat Jenderal saja, dalam hal ini DGCA (Directorate General of Civil Aviation) secara bilateral.

Jumlah kepadatan penerbangan yang turun ketingkat yang sangat rendah, telah pula memberikan kesempatan bagi pengelolaan bandara atau aerodrome di dalam negeri untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan peruntukannya, internasional dan atau domestik.

Jelas harus diatur mana Bandara yang sifatnya merupakan ruang terbuka publik untuk keperluan penerbangan sipil komersial dan pangkalan militer yang sifatnya terbatas atau tertutup, khusus untuk keperluan penerbangan yang berkait dengan misi pertahanan dan keamanan negara.

Dengan jumlah penerbangan sipil komersial yang sangat sedikit jumlahnya, maka terminologi “Optimalisasi Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma” sebagai dalih memindahkan “over kapasitas Bandara Cengkareng” telah kehilangan “makna”.

Seluruh penerbangan sipil komersial saat ini “lebih dari cukup” untuk dapat beroperasi dengan nyaman di Cengkareng. Ditambah lagi dengan sudah tersedianya Bandara Kertajati di Jawa Barat yang sangat megah.

Pengaturan ulang dalam pengelolaan maskapai penerbangan saat ini juga menjadi lebih mudah. Indonesia sejauh ini sangat memerlukan setidaknya maskapai penerbangan pembawa bendera, duta bangsa yang menghubungkan kota-kota besar di dalam dan luar negeri.

Maskapai penerbangan yang melayani rute penerbangan perintis ke pelosok tanah air dan wilayah perbatasan negara. Maskapai penerbangan charter dan maskapai penerbangan kargo.

Di tengah badai Pandemi Covid-19, ternyata kebutuhan akan penerbangan kargo dan charter telah menjadi lebih dominan dibanding jenis penerbangan lainnya.

Penerbangan charter bersama dengan moda penerbangan terjadwal akan mudah untuk diprioritaskan dalam upaya meningkatkan pariwisata domestik bekerjasama dengan pemerintah daerah dan Kementrian Pariwisata ditingkat pusat.

Terakhir, setelah dihapusnya rencana membangun pesawat N-245 dan R80 dari daftar Proyek Strategis Nasional, maka sebenarnya sekarang inilah saat yang tepat untuk merencanakan kembali dengan lebih seksama tentang pilihan jenis pesawat terbang yang akan diprioritaskan untuk diproduksi di dalam negeri.

Indonesia dengan karakteristik negara kepulauan dengan kawasan yang berpegunungan sangat membutuhkan kemampuan membuat sendiri pesawat terbang bagi kebutuhan perhubungan dalam negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com