Oleh: Pihri Buhaerah
WABAH virus corona tak dapat disangkal telah memukul laju konsumsi rumah tangga (RT) sejak awal tahun ini. Imbasnya, laju pertumbuhan ekonomi nasional pun ikut terkoreksi ke angka 2,97 persen di kuartal I/2020.
Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 juga hampir dapat dipastikan akan tumbuh negatif imbas penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah.
Melihat dampak negatif PSBB tersebut, sejumlah daerah pun menerapkan PSBB transisi. Celakanya, pasca pelonggaran PSBB, kinerja ekonomi tak kunjung membaik bahkan kontraksi diproyeksi akan terus berlanjut hingga kuartal III/2020.
Pemerintah pun segera merespon kondisi tersebut dengan memperluas paket kebijakan stimulus ekonomi yang tidak hanya menyentuh sisi permintaan tapi juga penawaran. Sayangnya, paket stimulus yang diluncurkan terlihat belum efektif merestorasi daya beli masyarakat dan kinerja sektor riil.
Salah satu penyebab utamanya ditengarai karena mesin birokrasi yang masih tidak efisien dan berbelit.
Kendati demikian, argumen tersebut tidak sepenuhnya benar. Birokrasi di Indonesia memang diakui masih problematik dan jauh dari harapan publik.
Namun jika ditelisik lebih mendalam, ada faktor lain yang sejatinya lebih menentukan selain sekadar persoalan birokrasi, yakni informasi asimetris (asymmetric information).
Baca juga: Realisasi PEN Masih Rendah, Pemerintah Perlu Longgarkan Birokrasi
Informasi asimetris
Informasi asimetris adalah suatu kondisi dimana salah satu pihak memiliki informasi yang lebih akurat dibandingkan pihak lain sehingga bisa memunculkan adverse selection dan moral hazard.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.