JAKARTA, KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 menjadi pukulan telak bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri TPT bahkan dinilai tidak akan mampu bertahan hingga akhir 2020.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, indutri tekstil memiliki persoalan fundamental di industri TPT yakni regulasi-regulasi yang dinilai berpotansi membunuh industri.
"Kalau tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk membangun keterkaitan industri dari hulu ke hilir, maka semua kebijakan hanya retorika," katanya, dalam keterangan tertulis, Selasa (18/8/2020).
Baca juga: PLN: Stimulus Listrik untuk Pelanggan Industri, Bisnis, dan Sosial Berlaku Otomatis
Menurutnya, selama ini pemerintah tidak memiliki kebijakan pengembangan industri TPT yang konkrit dari hulu dan hilir.
Sementara yang dihadapi oleh industri TPT adalah bea masuk bahan baku impor tinggi, sedangkan pakaian jadi (garmen) tarifnya free.
“Kalaupun kita bisa mengekspor, pasti daya saingnya rendah karena harga bahan baku yang diimpor tidak kompetitif. Bahkan di dalam negeri pun kalah bersaing dengan produk garmen impor. Lama-lama industri TPT bukan cuma merosot, malahan bisa habis,” tutur Enny.
“Rata-rata pertumbuhan ekspor tekstil selama 10 tahun terakhir hanya 3 persen, sedangkan impor tumbuh 10,4 persen,” tambahnya.
Baca juga: Market Kita Besar, Tapi Kita Terlena...
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan, nilai ekspor pada Maret 2020 anjlok 60 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya sehingga berimbas pada sekitar 2,1 juta tenaga kerja yang dirumahkan, akibat makin melemahnya daya beli masyarakat.
Jemmy menjelaskan, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak serta merta membuat industri tekstil kembali hidup.
"Sebab banyak pengusaha yang kehabisan modal untuk membayar upah selama masa PSBB dan pembayaran cicilan dan bunga pada bank," kata dia.
Baca juga: Bukalapak Akan Hapus Penjualan Uang Baru Rp 75.000
Oleh karenanya, Jemmy meminta berbagai kebijakan dan stimulus kepada pemerintah, agar industri TPT dapat kembali bertahan.
Pertama, pemerintah diminta untuk membuatkan aturan yang mengatur importansi pakaian jadi di Indonesia. Kemudian, Jemmy meminta pemberian bantuan yang bersifat cepat untuk menggerakkan TPT berupa subsidi listrik selama satu tahun.
"Ketiga, bantuan berupa tambahan modal kerja dan subsidi bunga bagi industri TPT, terutama yang berstatus collect 1 sebelum Covid-19. Terakhir, opsi berupa subsidi tarif listrik sebesar 25 persen atau pemberian diskon tarif listrik pada jam 22:00-06:00,” ucapnya.
Baca juga: Survei: Dampak Pandemi, 21 Persen Pengusaha Muda Terpaksa Gulung Tikar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.