JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan membantah pencetakan uang pecahan khusus (UPK) Rp 75.000 dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI gara-gara pemerintah kekurangan anggaran akibat Covid-19.
Direktur Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan Didyk Choiroel mengatakan, pencetakan uang tidak ada hubungannya dengan anggaran penanganan Covid-19.
Dia menyatakan, Kemenkeu dan Bank Indonesia (BI) selalu berkoordinasi terlebih dahulu untuk menentukan jumlah pencetakan uang dengan melihat uang beredar di masyarakat.
Baca juga: Mulai Besok, Kuota Penukaran Uang Rp 75.000 Naik Jadi 2 Kali Lipat
"Jadi tidak ada hubungannya. Kami tiap tahun selalu koordinasi, kita hitung bersama. Bila uang fisik, maka uang yang diterbitkan adalah menggantikan uang yang ditarik. Tidak ada penambahan anggaran," kata Didyk dalam dalam bincang uang Rp 75.000, Rabu (26/8/2020).
Dalam pencetakan uang Rp 75.000, kata Didyk, pihaknya telah menyesuaikan dengan kondisi fiskal dan moneter terkini.
Kemenkeu dengan BI selalu berkoordinasi untuk memperhitungkan pengaruh pencetakan uang yang akan beredar di masyarakat.
"Setiap perencanaan sampai pemusnahan, BI akan berkoordinasi dengan Kemenkeu, demikian juga penerbitan UPK. Kenapa Kemenkeu terlibat? Karena setiap penerbitan uang harus disesuaikan dengan kondisi fiskal maupun moneter," pungkasnya.
Baca juga: WNA Boleh Punya Uang Rp 75.000? Ini Kata BI
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pengeluaran dan pengedaran uang peringatan kemerdekaan merupakan bagian dari pencetakan uang tahun anggaran tahun 2020.
Pengedaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dengan mendasarkan pada ketentuan dan tata kelola pada undang-undang mata uang.
"Perencanaan telah dimulai sejak 2018," sebut Perry beberapa waktu lalu.