Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Kereta Api Cepat...

Kompas.com - 27/08/2020, 07:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JUMAT,  23 November 2018, setelah makan siang, di gedung utama kantor pusat PT Kereta Api Indonesia (pesero) di Jalan Perintis Kemerdekaan nomor 1, Bandung, saya dengan temen-teman yang bekerja di istana kepresidenan, pulang ke Jakarta dengan menumpang, kereta api inspeksi (KAIS).

Ketika kereta masuk stasiun Cimahi, saya mengusulkan untuk mengadakan acara “dongeng”, sebuah performance ciptaan Garin Nugroho dan Franky Sahilatua (almarhum). Tentu yang kami adakan tidak sebagus yang sering dipertontonkan Garin dan Franky. Kebetulan di wilayah Padalarang kami melintasi secara paralel dengan megaproyek kereta api cepat Jakarta Bandung, sekitar 150 kilometer.

Acara ini ditandai dengan penampil informal dua orang staf khusus presiden, Sukardi Rinakit dan Ari Dwipayana. Setelah seorang perempuan muda , Anggi, melantunkan lagu “Kopi Dangdut” dengan iringan gitar Jubing Kristianto, Sukardi Rinakit yang sering disapa Cak Kardi, bicara (dongeng).

Baca juga: Proyek Kereta Cepat Disebut Biang Kerok Banjir di Tol Padaleunyi, Ini Tanggapan PT KCIC

Sambil mendongeng, Cak Kardi memberi sebuah buku (catatan hariannya) kepada saya, berjudul “Sudut Istana”. Cetakan pertama buku ini tahun 2018.

Selama satu bulan (November 2018), Cak Kardi tiga kali memberi buku “Sudut Istana” kepada saya. Ketiga buku dengan judul yang sama itu diberi tanda tangan Cak Kardi. Pertama, buku Sudut Istana diberikan pada saya tanggal 4 November 2018, selain dengan tanda tangan dibubuhi ucapan “salam sehat”.

Kedua, tanggal 17 November 2018, dibubuhi ucapan tertulis “salam hangat”. Buku ketiga, tanggal 23 November 2018, dibubuhi ucapan “with best wishes”.

Buku ketiga diberikan saya di kereta api ketika berlangsung acara dongeng. Cak Kardi minta saya untuk membuka halaman 214 - 215. Di situ muncul tulisan dengan huruf tebal, “Presiden Joko Widodo pada Groundbreaking Kereta Cepat Jakarta - Bandung. - Bandung, 21 Januari 2016 “ (halaman 214).

Di halaman sebelahnya (215) ada kutipan pidato Presiden Joko Widodo.

“NEGARA yang efisien, negara yang mempunyai kecepatan dalam memutuskan, kecepatan dalam membangun, itulah nanti yang jadi pemenang dalam persaingan antar negara. Oleh sebab itu, kereta cepat adalah salah satunya untuk menuju kecepatan mobilitas, barang dan orang, yang nanti akan mendorong kita memenangkan persaingan antar negara.”

“INSIPIRAS: Negara yang efisien, negara yang mempunyai kecepatan dalam memutuskan, kecepatan dalam membangun, itulah nanti yang jadi pemenang dalam persaingan antar negara”.

Kalimat-kalimat ini merupakan ulangan dari kutipan pidato Presiden. Nampaknya Cak Kardi ingin agar kalimat ini menjadi mantra bagi bangsa Indonesia. Ketika saya tanyakan hal itu kepada Cak Kardi bersamaan kereta api masuk ke terowongan di Saksasaat.

Terowongan itu dibangun oleh perushaan kereta api Pemerinah Hindia Belanda Staatspoorwegen (SS) antara 1902 -1903. Pembangunan terowongan ini merupakan bagian dari pembangunan jalur kereta api Padalarang - Purwakarta - Karawang yang dibuka pemakaiannya untuk umum 16 Juni 1906.

Baca juga: Luhut Sebut Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Akan Molor

Setiap melintasi terowongan sepanjang 949 meter ini saya selalu ingat soal hantu atau jin atau mahluk halus penghuni tempat ini yang sering diceritakan oleh beberapa pejabat PT KAI (pesero) daerah operasi II (Bandung dan sekitarnya).

Kembali ke dongeng Cak Kardi. Setelah melintasi terowongan, soal “mantra” itu terlewatkan dan terlupakan. Mantra, “negara efisien, negara yang punya kecepatan memutuskan, kecepatan membangun akan jadi pemenang“ nampaknya ditelan “hantu kereta api “ di terowongan “berhantu” itu.

Cak Kardi ketika itu minta saya juga membuka halaman 46 - 47 bukunya. Di halaman 46 hanya ada dua kata berhuruf tebal “Groundbreaking - Groundbreaking”.

Di halaman 47, sepanjang setengah halaman, Cak Kardi mendongeng perjalanan kunjungan kerja pertama presiden ke Lampung. Waktu itu presiden ingin melihat lokasi pembangunan tol Lampung - Palembang.

Ketika Presiden turun dari mobil, kata Cak Kardi, banyak orang menyambut dan mengerumuni. Agak keluar dari kerumunan Cak Kardi melihat seorang laki-laki usia sekiar 50-an, berkaos cokelat. Orang itu berkomentar, "Ahh ....paling cuma begitu saja.Dari dulu cuma groundbreaking-groundbreaking."

Ketika ikut kunjungan meninjau kemajuan pembangunan jalan tol itu, 6 November 2015, Cak Kardi mencari-cari laki-laki berkaos cokelat itu, tapi tidak ketemu. Cak Kardi ingin menunjukan jalan tol Lampung - Palembang sudah mencapai dua kilometer. “Saya ingin tahu apa komentar bapak itu sekarang,” ujar Cak Kardi.

Di satu lembar halaman 52, Cak Kardi menunjukan judul “Kereta Api Berru - Pare-Pare”. Di halam 53, Cak Kardi bercerita kunjungan kerja peletakan batu pertama (groundbreaking) pembangunan rel kereta api dari Berru ke Parepare, Sulawesi Selatan, 25 November 2015.

Saat itu telah terpasang rel kereta api 200 meter. Ketika Jokowi berjalan di rel kereta api itu, banyak orang mengerumuni. Di luar kerumunan ada anak asyik sendiri membawa bendera Merah Putih dari plastik sambil bernyanyi. “Naik kereta api, tut, tut, tut. Siapa hendak turut ke Berru Pare-Pare.”

”Saya yakin mimpi anak itu segera terwujud,” komentar Cak Kardi.

Sebelum masuk Purwakarta, AAGN Ari Dwipayana yang sering saya panggil Bli Arie bicara tentang pemerintahan Presiden Joko Widodo sampai November 2018 itu. Saya lupa apa yang diucapkan.

Yang muncul di benak saya ketika Bli Ari Dwipayana bicara saat itu adalah tulisan Bli Ari dalam buku berjudul “Yth. Bapak Presiden - Pesan untuk Indonesia Sejahtera dan Berkeadilan” yang dicetak pertama kali Juni 2014 oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerja sama dengan Rumah Kebangsaan (lembaga swadaya masyarakat yang antara lain dimotori oleh Teten Masduki (pelaksana harian Rumah Kebangsaan).

Dalam buku itu, Ari Dwipayana menuliskan artikel berjudul “Dilema Pembangunan Politik” (halaman 67). Di akhir artikelnya, ia mengatakan, ...untuk keluar dari dilema pembangunan politik, Presiden mendatang harus memikirkan kembali esensi demokrasi sebagai kontrol masyarakat dan kesetaraan politik.

“Demokrasi bukan semata-mata merayakan kebebasan dalam keberagaman, melainkan juga membuka ruang sekaligus melembagakan prinsip-prinsip kesetaraan politis, terutama bagi warga atau kelompok warga yang “tidak bersuara”. Hanya dengan cara itu, legitimasi dan stabilitas demokrasi bisa diwujudkan,” kata AAGN Ari Dwipayana saat itu.

Untuk menuliskan tentang dongengan dan beberapa catatan buku “Sudut Istana” saya mengadakan kontak beeberapa pengamat transportasi publik di Indonesia, antara lain Agus Pambagio dan Djoko Setiawarno.

Banyak kritik terhadap proyek ini sejak awal. Apakah bisa mangkrak? Itu tanya saya spontan kepada Djoko Setiawarno. “Bukan mangkrak, tapi banyak yang dilanggar. Kajian amdalnya (analisis mengenai dampak lingkungan) dibikin cuma satu bulan selesai,” jawab Djoko lewat pesan WhatsApp (WA) dalam perjalanan dengan mobil dari Surabaya - Semarang , tanggal 12 Agustus 2020 lalu.

Menurut Djoko, proyek sebesar itu amdalnya seharusnya paling tidak satu tahun baru selesai. Satu tahun itu pun, katanya, sudah super cepat. “Saya tidak heran jika sebelum ini muncul beberapa masalah banjir di Bekasi dan beberapa tempat lainnya. Saya duga saat itu (ketika diputuskan) Pak Jokowi tidak begitu paham, karena baru enam bulan jadi Presiden,” ujar Djoko.

Agus Pambagio, selain mengkritik berbagai hal soal proyek ini, termasuk soal amdalnya, mengatakan, “Zaman Jokowi (proyek ini) harus selesai karena itu ide dia”.

Kini megaproyek sepanjang sekitar 150 kilometer itu sudah menyelesaikan lebih dari 50 persen di tengah musim virus corona ini. Rencana awal, selesai tahun 2020 (empat tahun sejak groundbreaking tahun 2016).

Upacara groundbreaking itu ditandai dengan ucapan Presiden Joko Widodo yang dijadikan catatan inspirasi oleh Sukardi Rinakit: “Negara yang efisien, negara yang mempunyai kecepatan dalam memutuskan, kecepatan dalam membangun, itulah nanti yang jadi pemenang dalam persaingan antar negara.”

Catatan inspirasi ini memang sebuah retorika yang mempesona. Kalau di tahun 2020 ini megaproyek kereta cepat ini tidak selesai, apa pun alasannya, termasuk soal musim virus corona, “bapak berkaos cokelat di Lampung” itu masih akan melanjutkan mengatakan, “Ahh, paling cuma begitu saja. Dari dulu cuma “grounbreakang-groundbreaking”.

Bila tahun 2020 ini, megaproyek kereta cepat belum selesai, apa pun alasannya, mimpi anak pembawa bendera Merah Putih kecil dari plastik di tepi rel kereta api Berru - Parepare (Sulawesi Selatan) masih akan terus bermimpi dan menghentikan lantunan lagunya, “naik kereta api tut tut tut, siapa hendak turut, ke Berru..Parepare”.

Jakarta - Bandung pun tidak selesai empat tahun apalagi Beru- Parepare. Tapi, boleh dong mimpi terus.

Baca juga: Dilema Kereta Cepat, 36 Menit Sampai Bandung, Tapi Cuma di Pinggiran

Lebih romantis lagi seandainya nanti dalam sejarah perkeretaapian Indonesia, megaproyek kereta api cepat Jakarta - Bandung atau bahkan Jakarta - Surabaya dipersamakan dengan awal mulanya dibangun kereta api di negeri ini, sekitar 150 tahun lalu.

Perusahaan swasta Belanda, NISM (Nederlanch-Indische Spoorweg-Maatschappij) di bawah pimpinan pengusaha perkebunan swasta W Poolman membangun jaringan kereta api pertama di negeri ini antara Desa Kemijen Semarang sampai Desa Tanggung (Grobogan) sepanjang 25 kilometer antara 1864 sampai 1867 (tiga tahun).

Proyek itu kemudian dilanjutkan ke Solo dan berakhir di Yogyakarta tahun 1873). Proyek sepanjang 168 kilometer ini memakan waktu sekitar 10 tahun, melewati masa -masa sulit termasuk jaman paceklik dan pageblug. Hampir bersamaan dengan itu NISM juga membangun jalur kereta api Jakarta - Bogor yang kemudian dibeli Pemerintah Hindia Belanda.

Memang romantis bila proyek kereta cepat ini diparalelkan dengan pembangunan kereta api Semarang - Solo - Yogya 150 tahun lalu. Sebuah lompatan ke belakang yang fantastis.

Bapak berkaos cokelat di Lampung dan anak kecil pembawa bendera Merah Putih plastik kecil di Berru Sulawesi Selatan telah mendapat ruang dalam buku “Sudut Istana”. Keduanya tidak dikenal namanya, tapi mereka berasal dari warga “tidak bersuara” yang masuk “ruang bersuara”. Ini mungkin bisa sebagai apa yang diharapkan Ari Dwipayana? Atau tidak ada kaitannya. Lalu apa?

Cepat menghubungkan satu dengan lain (termasuk satu kota dengan kota lainnya dengan rel kereta api) memang bagus, tapi perlu prudent (kehati-hatian). Jangan sampai jadi kereta api hantu atau kereta api corona. (Osdar, Taman Cipulir, Senin 24 Agustus 2020).

Baca juga: Bagaimana Perkembangan Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung?

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Ekonomi China Tumbuh Lebih dari Perkiraan, Pemerintah Berharap Investasi Jalan Terus

Whats New
Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Pemerintah Pantau Harga Minyak untuk Kebijakan Subsidi Energi

Whats New
Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program 'Well-Being'

Dorong Kesejahteraan Pegawai, Bank Mandiri Integrasikan Program "Well-Being"

Whats New
CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

CEO Apple Berkunjung ke Indonesia, Bakal Tanam Investasi?

Whats New
Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Konflik Iran-Israel, Kemenaker Pantau Situasi di Timur Tengah

Whats New
Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Menperin: Konflik Iran-Israel Bikin Ongkos Produksi Energi RI Naik

Whats New
Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Pelaku Industri Satelit Nasional Mampu Penuhi Kebutuhan Akses Internet Domestik

Whats New
Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Sebanyak 930 Perusahaan Nunggak Bayar THR, Terbanyak di DKI Jakarta

Whats New
3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

3 Faktor Kunci yang Pengaruhi Perekonomian RI Menurut Menko Airlangga

Whats New
IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling 'Boncos'

IHSG Melemah, Ini 5 Saham Paling "Boncos"

Whats New
10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

10 Bandara Tersibuk di Dunia Sepanjang Tahun 2023

Whats New
Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Kedubes Denmark Buka Lowongan Kerja, Gaji Rp 132 Juta Per Tahun

Whats New
Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

Whats New
Rupiah 'Ambles', Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Rupiah "Ambles", Pemerintah Sebut Masih Lebih Baik dari Ringgit dan Yuan

Whats New
Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

Perkuat Struktur Pendanaan, KB Bank Terima Fasilitas Pinjaman 300 Juta Dollar AS dari Korea Development Bank

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com