Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilaporkan ke Polisi, Indosat Bantah Berangus Serikat Pekerja

Kompas.com - 03/09/2020, 22:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 36 pengurus Serikat Pekerja Indosat mengadukan PT Indosat Tbk ke pihak Kepolisian karena dinilai melakukan pemberangusan atau intimidasi (union busting) kepada serikat pekerja.

Menanggapi hal tersebut, Director & Chief of Human Resources Officer Indosat Ooredoo Irsyad Sahroni membantah tuduhan tersebut.

"Tuduhan union busting tidak benar sama sekali, karena perubahan organanisasi ini berdasarkan kebutuhan bisnis, yaitu menambah SDM untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan kualitas layanan dan pengalaman pelanggan, serta merampingkan SDM dibeberapa fungsi bisnis," katanya melalui keterangan tertulis, Kamis (3/9/2020).

Baca juga: Menaker Masih Pertimbangkan Pemberian Subsidi Gaji hingga 2021

Dia menjelaskan, Serikat Pekerja tetap mendapat fasilitas serta dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya.

Kendati demikian, pihaknya tetap menghormati ketentuan hukum yang berlaku dan menempuh penyelesaian perselisihan PHK sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2004 sejak Maret 2020.

"Saat ini proses penyelesaian perselisihan sedang berjalan di Kantor-kantor Dinas Tenaga Kerja dan bahkan ada yang telah dalam Pengadilan Hubungan Industrial," ujarnya.

Indosat juga melakukan perubahan organisasi. Perubahan ini merupakan bagian dari rencana bisnis yang telah dipersiapkan sejak lama dan merupakan bagian dari kelanjutan implementasi strategi 3 tahun perusahaan.

Ia mengatakan, perubahan organisasi berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Hal itu ucapnya sudah disampaikan kepada semua karyawan pada 14 Februari 2020. Indosat akan melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawan terdampak mulai 1 April dan 1 Juli 2020.

"Dari semua karyawan terdampak sebanyak 677 orang, 92 persen telah setuju untuk menerima pemutusan hubungan kerja dengan menerima paket kompensasi yang ditawarkan yang jauh lebih baik dari ketentuan undang-undang. Sementara hanya kurang dari 8 persen karyawan terdampak yang menolak keputusan tersebut," jelasnya.

Baca juga: Perekonomian Tengah Terpuruk, Penghapusan Premium dan Pertalite Perlu Ditunda?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com