Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Bea Meterai, Tak Perlu untuk Transaksi di Bawah Rp 5 Juta hingga Tarif Naik Jadi Rp 10.000

Kompas.com - 04/09/2020, 11:01 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat membawa RUU Bea Materai ke Rapat Paripurna untuk disetuji dan disahkan menjadi undang-undang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun memaparkan, jika nantinya disahkan, tarif baru bea meterai, yakni Rp 10.000 bakal mulai berlaku pada 1 Januari 2021 mendatang. Saat ini, terdapat dua jenis tarif meterai, yakni Rp 3.000 dan Rp 6.000.

Bendahara negara itu mengatakan, di dalam draft tersebut terdapat 32 pasal. Sebelumnya, undang-undang mengenai bea materai sendiri telah berusia 34 tahun dan belum pernah direvisi.

Baca juga: Masih Bingung Perbedaan Meterai 6000 dan Materai 3000?

Di dalam UU yang baru akan mengakomodasi mengenai dokumen digital, tak hanya dokumen fisik dalam bentuk kertas.

"Dengan adanya bea meterai baru diharapkan bisa memberlakukan dokumen tidak hanya dalam bentuk kertas tapi juga digital, sesuai dengan kemajuan dan perubahan zaman, kami berharap dengan UU ini bisa memberi kesamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan non kertas," ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (3/9/2020).

Sri Mulyani mengatakan, dengan kenaikan tarif tersebut maka batas nilai dokumen yang dikenai tarif bea materai pun dinaikkan, yakni menjadi Rp 5 juta. Tadinya, dokumen dengan nilai kurang dari atau sama dengan Rp 1 juta sudah dikenai bea materai.

Menurut dia, hal itu merupakan bentuk keberpihakan kepada usaha kecil dan menengah.

"Namun tetap memberi pemihakan kepada usaha kecil dan menengah, termasuk yang nilai dokumennya di bawah atau sama dengan Rp 5 juta, tidak perlu menggunakan meterai," ujar Sri Mulyani.

Selain dokumen dengan nilai di bawah Rp 5 juta, Sri Mulyani juga mengatakan, dokumen yang sifatnya untuk penanganan bencana alam juga tidak dikenai bea materai.

Dokumen untuk kegiatan yang bersifat non komersil juga tidak diwajibkan untuk dikenai bea materai.

Baca juga: BLT UMKM Rp 2,4 Juta, Pengusaha Mikro Masih Bisa Daftar

Potensi pendapatan negara Rp 5 Triliun

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Arif Yanuar mengatakan terdapat risiko kehilangan pendapatan negara dari peningkatan batas atas tarif bea materai tersebut.

Pasalnya, perusahaan-perusahaan yang sebelumnya memiliki tagihan listrik di atas atau sama dengan Rp 1 juta sudah ditariki tarif bea meterai oleh pemerintah.

"Dengan kenaikan batas dokumen Rp 5 juta akan ada short karena di bawah Rp 5 juta bukan lagi menjadi dokumen objek lagi, misal tagihan telepon di bawah Rp 5 juta, tagihan listrik di bawah Rp juta, kita ada kehilangan di situ," ujar dia.

Meski ada penurunan potensi obyek kena pajak, namun akan dikompensasi dengan dokumen-dokumen elektronik.

Dia pun mengatakan, potensi perpajakan yang didapat dari pengenaan tarif bea meterai dari dokumen elektronik mencapai Rp 5 triliun jika RUU Bea Meterai bisa mulai diberlakukan pada 2021 mendatang. Dia mencontohkan, salah satu dokumen elektronik yang mungkin dikenai tarif bea meterai yakni tagihan kartu kredit.

"Kemarin disampaikan kami bisa mendapat dari dokumen elektronik itu Rp 5 triliun tahun 2021," ujar Arif.

Baca juga: Tarif Meterai Rp 10.000 Diberlakukan Mulai Awal Tahun Depan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com