LONDON, KOMPAS.com - Maskapai penerbangan asal Inggris, Virgin Atlantic mengumumkan bakal melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 1.150 karyawannya. Langkah ini diambil untuk mempertahankan bisnis di tengah pukulan pandemi Covid-19.
Virgin Atlantic memang telah memperoleh kesepakatan penyelamatan dengan pemegang saham utama dan kreditor setelah mendapat persetujuan pengadilan. Pinjaman untuk penyelamatan itu senilai 1,2 miliar pound sterling atau sekitar Rp 23,38 triliun (kurs Rp 19.480 per pound sterling), namun ini tetap saja tidak cukup untuk masa depan maskapai.
CEO Virgin Atlantic Shai Weiss mengatakan, meskipun kesepakatan itu merupakan kemajuan yang besar untuk keberlangsungan hidup Virgin Atlantic, namun masih diperlukan lebih banyak tindakan lainnya.
"Mengurangi lebih banyak jumlah karyawan yang kami pekerjakan memang hal yang menyedihkan, tetapi sangat diperlukan saat ini untuk kelangsungan hidup maskapai,” ujar Weiss, seperti dikutip dari Reuters Senin (7/9/2020).
Baca juga: Bangkrut karena Virus Corona, Utang Virgin Australia Rp 49,7 Triliun
PHK ini bukanlah kali pertama dilakukan Virgin Atlantic, melainkan kelanjutan dari langkah perusahaan memangkas 3.500 karyawannya di awal tahun 2020. Maka dengan PHK lanjutan ini, maskapai akan kehilangan hampir 50 persen dari total tenaga kerjanya yang sekitar 10.000 karyawan.
Virgin Atlantic menyatakan, perusahaan sedang melakukan pembahasan langkah pemangkasan ini dengan serikat pekerja, yakni Asosiasi Pilot Inggris atau British Airline Pilots Association (Balpa) dalam 45 hari kedepan.
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan, pihaknya memahami pandemi Covid-19 merupakan masa sulit bagi pekerja industri penerbangan. Ia bilang, pemerintah akan mengupayakan dukungan yang lebih luas untuk membantu industri tersebut.
"Kami akan melakukan segalanya, pemerintah bisa membantu merangkul setiap bagian bisnis di Inggris. Kami akan berbuat lebih banyak untuk mendukung industri penerbangan," katanya.
Virgin Atlantic merupakan maspakai yang 49 persen sahamnya dimiliki oleh maskapai penerbangan asal Amerika Serikat, Delta Air Lines. Sementara 51 persen sahamnya dimiliki oleh Richard Branson Virgin Group.
Pembatasan perjalanan Inggris dengan Amerika Serikat ternyata berlangsung lebih lama dari perkiraan, membuat rute penerbangan trans-atlantik terganggu. Padahal, 70 persen jaringan Virgin Atlantic bergerak di rute trans-atlantik.
Baca juga: Mau Kaya Raya Seperti Richard Branson? Lakukanlah 8 Hal Ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.