JAKARTA, KOMPAS.com - Defisit Anggaran Amerika Serikat menembus rekor dengan mencapai lebih dari 3 triliun dollar AS atau sekitar Rp 44.700 triliun (kurs Rp 14.900).
Dikutip dari BBC, Sabtu (12/9/2020) lonjakan defisit tersebut terjadi lantaran pemerintah AS menggelontorkan anggarand alam jumlah besar untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19).
Kementerian Keuangan setempat menyatakan, pemerintah federal telah merealisasikan belanja lebih dari enam triliun dalam 11 bulan terakhir dalam tahun anggaran ini, termasuk alokasi belanja sebesar 2 triliun dollar AS untuk penanganan pandemi.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Defisit APBN Per Juli 2020 Mencapai Rp 330 Triliun
Untuk diketahui, tahun anggaran di Negeri Paman Sam itu berakhir di bulan September.
Adapun jumlah tersebut melampaui pendapatan negara yang hanya mencapai 3 triliun dollar AS tahun ini.
Shortfall atau kekurangan penerimaan perpajakan tersebut lebih besar dua kali lipat jika dibandingkan dengan rekor terakhir pada tahun 2009. Kala itu, Gedung Putih tengah berupaya untuk memulihkan kondisi perekonomian paska krisis keuangan karena kredit perumahan, atau biasa disebut dengan supreme mortgage.
Untuk diketahui, sejak sebelum pandemi pun AS sudah cukup kepayahan mengendalikan defisit anggaran mereka. Sebelum terpukul pandemi, defisit anggaran diperkirakan mencapai 1 triliun dollar AS. Cukup besar jika dibandingkan dengan rata-rata historis defisit anggaran AS.
Namun demikian, lonjakan belanja pemerintah tersebut telah disepakati antara pemerintah dengan Kantor Anggaran Kongres untuk membantali dampak pandemi virus corona terhadap pasar keuangan.
Kongres pun sebelumnya telah memproyeksi, defisit anggaran AS dalam satu tahun anggaran akan mencapai 3,3 triliun dollar AS. Angka tersebut lebih besar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan shortfall pendapatan pajak tahun lalu.
Gubernur The Federal Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat Jerome Powell sempat mengatakan anggaran belanja pemerintah tidak berkelanjutan. Namun demikian, dirinya mengatakan menekan angka shortfall tidak seharusnya menjadi prioritas jika melihat kondisi perekonomian negara tersebut saat ini.
Pasalnya, perekonomian Amerika Serikat pada periode April hingga Juni mengalami kontraksi hingga lebih dari 30 persen (year on year/yoy). Kinerja perekonomian tersebut merupakan yang terburuk sepanjang sejarah AS.
Data biro statistik setempat pun menunjukkan, PHk dan kebangkrutan perusahaan terus berlangsung.
Setidaknya hingga saat ini lebih dari 30 juta orang atau sekitar 20 persen dari tenaga kerja di AS telah mengajukan tunjangan pengangguran meski kegiatan perekonomian mulai dibuka.
Baca juga: Potensi Penerimaan Negara Menurun, Sri Mulyani Perlebar Defisit Anggaran 2021 Jadi 5,7 Persen
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.