Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerja Freelance vs Full Time, Kamu Pilih Mana?

Kompas.com - 13/09/2020, 15:00 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

KOMPAS.com - Dalam perjalanan karier seseorang, ada kalanya menemui jalan bercabang. Pikiran apakah ingin menjadi seorang pekerja lepas (freelance) atau bekerja penuh waktu (full time).

Dilema ini terkadang membuat perang batin. Di satu sisi, enak jadi freelance. Tidak terikat waktu. Tapi penghasilannya cuma kalau lagi ada orderan atau panggilan kerja.

Sementara bekerja penuh waktu, misalnya di kantoran, terikat sekali oleh waktu. Jam kerja pukul 8 atau 9 pagi, pulang jam 5 sore. Tapi gaji sudah pasti setiap bulan.

Baca juga: Freelancer Lebih Sulit Atur Keuangan? Coba Dulu Cara Ini

Sebetulnya baik menjadi freelance maupun full time punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kamu dapat memutuskan pilihan tersebut dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut ini, seperti dikutip dari Cermati.com.

1. Jam kerja

Seperti yang sudah dijelaskan sedikit di atas, antara freelance dan pekerja full time memiliki jam kerja berbeda. Lebih fleksibel jika kamu menjalani pekerjaan sebagai freelance. Suka-suka kamu jam kerjanya.

Biasanya klien yang merekrut seseorang freelance akan memberikan target pekerjaan dalam sehari, seminggu, atau sebulan. Kamu tidak perlu datang ke kantor, cukup bekerja dari rumah atau manapun.

Mau kerja jam berapa saja dan caranya bagaimana tidak masalah. Yang penting target atau deadline terpenuhi. Kamu punya banyak waktu untuk liburan di hari kerja. Misalnya mau liburan di hari Senin-Jumat tidak ada yang memarahi, tidak perlu ambil cuti. Bahkan bisa memanfaatkan waktu liburan sambil kerja.

Sedangkan pekerja full time, tidak boleh seenaknya. Harus ikut aturan kantor, bekerja minimal 8 jam sehari. Dari jam 8 pagi sampai 5 sore. Kehadiran tersebut menjadi penting, bahkan poin penilaian kinerja karyawan.

Jika sering telat, konsekuensinya bisa diberi teguran ataupun surat peringatan. Mau liburan harus nunggu di weekend atau hari libur nasional. Di weekdays, boleh saja jalan-jalan. Asal mengajukan cuti tahunan.

2. Penghasilan yang diterima

Kalau menjadi pekerja full time, gaji kan sudah jelas. Diterima setiap bulan dengan besaran yang sama. Kecuali ada kenaikan gaji. Rinciannya ada gaji pokok, uang makan, uang transport. Ada juga tunjangan kinerja. Setiap tahun mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus.

Sementara penghasilan freelance tidak tentu. Tergantung jumlah project atau pekerjaan yang diambil. Contohnya project tulisan artikel. Sebulan sanggup mengerjakan 40 artikel. Fee-nya Rp 50 ribu per artikel, berarti dalam sebulan mengantongi Rp 2 juta.

Itu kalau lagi ada project ya. Jika tidak ada, berarti ya tidak ada pemasukan sama sekali. Tapi bila kamu mendapat project lebih banyak, penghasilan yang diperoleh pun bisa jauh lebih besar dibanding bekerja full time.

Baca Juga: Selain Mahir Kelola Finansial, ini 6 Tips Sukses Kerja di Bank

3. Fleksibilitas pekerjaan

Jadi freelance, enaknya bisa mengambil banyak pekerjaan sekaligus. Bekerja tidak hanya untuk satu orang atau perusahaan atau klien, tapi dua atau lebih meski dengan bidang pekerjaan yang sama. Misalnya untuk klien A, menerima project tulisan 40 artikel per bulan. Lalu klien B sebanyak 20 artikel per bulan. Klien C sebanyak 10 artikel.

Sedangkan pekerja full time biasanya tidak boleh bekerja di perusahaan lain. Apalagi di bidang yang sama. Gerakmu dibatasi. Kecuali kamu punya pekerjaan sampingan menjadi wirausaha, seperti jualan online, dan lainnya.

4. Tekanan dari bos

Bekerja sebagai freelance maupun full time sama-sama punya tekanan. Bedanya, kalau full time, diawasi langsung oleh si bos. Sedangkan freelance, tekanan hanya datang dari permintaan klien. Karakter klien kan beda-beda, ada yang banyak maunya, ada yang sepenuhnya percaya pada freelance.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com