Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Simplifikasi Jadi Opsi Penentuan Kebijakan Cukai Tembakau

Kompas.com - 16/09/2020, 12:02 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru besar Fakultas Ekononomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika memandang, simplifikasi struktur tarif cukai tembakau menjadi opsi yang ideal untuk dijalankan dalam kebijakan cukai hasil tembakau.

“Saya berpendapat simplifikasi bisa menjadi opsi ideal dalam penentuan kebijakan cukai tembakau dengan memenuhi beberapa syarat,” ujar Erani dalam keterangannya, Rabu (16/9/2020).

Kebijakan ini, menurut Erani, dapat menjadi bagian dari agenda demokrasi ekonomi karena menciptakan persaingan usaha yang adil.

Baca juga: Penyederhanaan Tarif Cukai Rokok Picu Kekhawatiran Petani Tembakau

“Dengan simplifikasi, perusahaan besar akan dikumpulkan dengan perusahaan besar lainnya di dalam aquarium yang sama,” ujarnya.

Artinya, kata dia, persaingan usaha akan terjadi sesuai dengan level perusahaannya, sehingga menutup celah bagi perusahaan besar bersaing dengan perusahaan kecil.

Selain itu, kata Erani, simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau akan menjadi instrumen yang ideal dengan sifatnya yang dapat meningkatkan penerimaan negara.

Berdasarkan kajian dan simulasi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PKPM FEB UB), jika roadmap simplifikasi cukai hasil tembakau dijalankan oleh pemerintah sesuai PMK 146/2017, total potensi penerimaan negara bertambah sebesar Rp 17,573 triliun.

Baca juga: Harga Tembakau Anjlok, Kementan Singgung Kenaikan Cukai

Selain berkontribusi secara ekonomi, IHT juga menyerap tenaga kerja yang secara keseluruhan mencapai 5,5 juta orang.

“Kalau satu orang menanggung empat anggota keluarga, berarti ada 20 juta orang menggantungkan hidupnya dari IHT,” terang Erani.

Itulah sebabnya, menurut dia, kebijakan cukai tembakau seharusnya menjamin kepastian dan sederhana, menciptakan persaingan usaha yang adil, dan mendukung upaya peningkatan kontribusi UMKM.

Adapun Ketua Tim Peneliti PKPM FEB UB Abdul Ghofar mengatakan, kelangsungan IHT sangat dipengaruhi oleh kebijakan cukai rokok yang dikeluarkan oleh pemerintah.

 

"Semangatnya pemerintah memang melakukan simplifikasi seperti keluarnya PMK 146/2017 tentang roadmap simplifikasi cukai. Tetapi lalau dilihat sekarang struktur tarif cukai kita masih 10 layer," ujarnya.

Dalam kajiannya, tim peneliti menemukan bahwa dampak positif simplifikasi juga akan berpengaruh pada pengendalian konsumsi rokok yang menjadi tujuan pemerintah saat ini.

“Menurut perhitungan kami dengan elatisitasnya, kalau terjadi kenaikan cukai 10 persen itu akan menurunkan konsumsi 3 persen,” papar Ghofar.

Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Tahun Depan Telah Pertimbangkan Dampak Covid-19

Selama ini, banyak pihak yang meragukan dampak positif simplifikasi karena dinilai merugikan tenaga kerja, khususnya di sektor sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya.

“Dengan simplifikasi, konsumsi akan turun sehingga penyerapan tenaga kerja juga akan turun. Namun, itu tidak akan berpengaruh pada SKT karena jarak tarifnya jauh dengan golongan terendah rokok mesin, jadi perlindungan usaha tetap jalan,” ujar Ghofar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com