Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Pengalihan Pengawasan Bank hingga Dewan Moneter Ancam RI Gagal Atasi Krisis

Kompas.com - 16/09/2020, 13:33 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu peleburan fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) hingga pembentukan Dewan Moneter menjadi gaduh dan dikritik banyak pihak.

Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal mengatakan, isu-isu tersebut memang seharusnya tidak dibicarakan, utamanya saat pandemi Covid-19 berlangsung.

"Krisis tahun 2020 kondisi eksternalnya sama, kena pandemi. Yang membedakan tiap negara adalah kebijakan domestiknya. Ketika kita berusaha untuk recovery, ini diganggu dengan yang sifatnya enggak penting di sini," kata Fithra dalam diskusi daring ILUNI UI, Rabu (16/9/2020).

Baca juga: Ekonom Ingatkan DPR untuk Tidak Tarik Bank Sentral di Bawah Dewan Moneter

Fithra berujar, wacana peleburan fungsi OJK maupun pembentukan dewan moneter akan membuat ekonomi RI pulih lebih lama, sedangkan negara-negara lain telah berhasil mengatasi penyebaran pandemi Covid-19.

Kegaduhan yang tidak perlu ini membuat Indonesia gagal merealisasikan pesan Presiden RI, Joko Widodo tentang membajak krisis menjadi sebuah peluang.

"Lihat negara lain, sudah sedikit demi sedikit recover. Akhirnya, investasi yang masuk, masuk ke negara tetangga semua," ucapnya.

Daripada menimbulkan kegaduhan, kata Fithra, pemerintah hendaknya memperbaiki kinerja dan menguatkan infrastruktur otoritas yang dimaksud, dalam hal ini OJK dan BI.

Baca juga: Pengawasan Bank Pindah ke BI, Ekonom: Itu Bentuk Emosional...

Sepakat, Akademisi Fakultas Hukum UI Arman Nefi menyarankan pemerintah untuk memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) OJK ketimbang mereformasi mandat pengawasan.

Merombak fungsi otoritas memerlukan waktu yang lama. Saat pertama kali kebijakan fiskal dan moneter dipisah pun, pemerintah masih mencari pola koordinasi yang efektif hingga tahun 2006.

"Saya melihat kekurangannya masalah sistem dan SDM. SDM yang itupun hanya beberapa pihak yang diperbaiki," sebut Arman.

Sebelumnya diberitakan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Berdasarkan draf RUU, ada beberapa pasal yang menyebut peran BI dan OJK. pasal 34 ayat (1) beleid menjelaskan, tugas mengawasi bank yang selama ini dilaksanakan oleh OJK dialihkan kepada BI.

Pengalihan tugas mengawasi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023.

RUU pun mengatur soal pembentukan dewan moneter untuk menetapkan kebijakan moneter yang ditempuh. Pembentukan dewan moneter menggerus independensi BI terlihat dalam ketentuan pasal 9 yang dihapus.

Baca juga: Rencana Pembentukan Dewan Moneter Sebaiknya Tidak Lagi Muncul

Ketentuan pasal 9 menjelaskan, bahwa pihak lain tidak bisa ikut campur dalam pelaksanaan tugas BI. Pasal kemudian diganti dengan disisipkannya 3 pasal baru, yakni pasal 9A, pasal 9B, dan pasal 9C.

Pasal tersebut menjelaskan, dewan moneter akan memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Dewan ini terdiri dari 5 anggota, yakni Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, dan Ketua Dewan Komisioner OJK. Dewan moneter diketuai oleh Menteri Keuangan.

Apabila dipandang perlu, pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat kepada Dewan Moneter.

Di pasal 9C, keputusan dewan moneter diambil dengan musyawarah untuk mufakat. Bila Gubernur tidak memufakati hasil musyawarah, Gubernur dapat mengajukan pendapatnya kepada pemerintah. Poin ini juga yang dipersoalkan karena membuat peran gubernur dalam mengambil kebijakan moneter menjadi lemah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com