Kebingungan transportasi sampai saat ini juga masih terjadi terutama di sisi komersial. Sub sektor transportasi dibiarkan berjalan sendiri-sendiri dan saling mematikan dengan persaingan harga yang ketat.
Diawali dengan persaingan harga yang ketat di sektor penerbangan yang dampaknya tidak hanya pada sub sektor itu sendiri, namun juga sub sektor darat, kereta dan laut.
Harga tiket pesawat yang murah, hampir seharga tiket bus atau kereta membuat penumpang bus dan kereta beralih ke pesawat. Perusahaan otobus pun menjerit karena penumpangnya kosong yang berarti penghasilan turun drastis.
Padahal dengan berjalannya bus, tidak saja perekonomian transportasinya yang hidup, tetapi juga restoran, pedagang dan wisata di kota-kota yang dilewati jalur bus juga hidup. Tak ada bus lewat bawa penumpang, tak ada yang mampir membeli produk mereka.
Lalu bagaimana dengan penerbangannya sendiri? Banyaknya penumpang ternyata tidak membuat maskapai menjadi makmur, justru banyak yang hampir bangkrut karena bisnis tidak untung. Besarnya penumpang namun dengan harga tiket yang murah ternyata tidak bisa mengimbangi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh maskapai.
Biaya operasional penerbangan yang penuh risiko memang sangat tinggi. Di dunia internasional, yang tarif tiketnya tidak diatur pemerintah dan bisa menjual tiket setinggi-tingginya atau serendah-rendahnya menurut penilaian pasar mereka, margin keuntungan maskapai sangat tipis.
Menurut Asosiasi Maskapai Penerbangan SIpil Internasional (IATA), rata-rata margin keuntungannya hanya 5 persen. Lalu bagaimana dengan maskapai domestik kita yang tarifnya diatur oleh pemerintah dan tidak boleh menjual tiket terlalu mahal?
Anda bisa baca sendiri di berbagai pemberitaan media massa, bagaimana maskapai nasional selalu menjerit di akhir tahun karena selalu rugi. Bahkan pada akhir tahun 2018, salah satu maskapai besar, Sriwijaya Air, hampir saja lempar handuk karena terlilit hutang.
Maskapai sempat bernafas lega ketika pada tahun 2019 mereka bersama-sama menaikkan harga tiket, namun masih dalam koridor tarif batas atas yang ditetapkan pemerintah. Jumlah penumpang memang turun, tapi di akhir tahun mereka menuai keuntungan.
Penumpang yang tidak naik pesawat pun beralih ke transportasi darat yaitu bus dan kereta sehingga mereka juga turut tersenyum dan bisa memperbarui armadanya. Namun hal ini ditangkap lain oleh pemerintah. Penurunan jumlah penumpang pesawat dianggap sebagai kemunduran sehingga maskapai pun diminta menurunkan harga tiket lagi.
Lalu bagaimana dampaknya? Sayangnya pandemi Covid-19 melanda Indonesai di awal Maret tahun ini yang membuat semua rencana di awal tahun menjadi meleset. Kita pun tidaak bisa menilai kinerja sektor transportasi secara keseluruhan.
Baca juga: Dapat Dana Hibah, Kemenhub Kembangkan Kualitas KPBU Transportasi
Namun bukan tidak mungkin jika kondisi kembali normal, maka hal-hal yang terjadi pada sebelum tahun 2019 akan kembali lagi.
Itulah beberapa gambaran kebingungan transportasi yang dialami Indonesia hingga saat ini. Sehingga cita-cita untuk mensejahterakan bangsa Indonesia secara merata, belum bisa terwujud seutuhnya. Peran transportasi sebagai urat nadi semua sektor kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya, politik hingga pertahanan dan keamanan belum bisa berjalan maksimal.
Untuk itu diperlukan suatu aturan transportasi, yaitu Undang-Undang Transportasi, yang bisa menjahit sistem antar sub sektor transportasi yang saat ini mempunyai UU sendiri-sendiri, sehingga benar-benar jadi urat nadi yang lancar bagi kehidupan masyarakat.
Tanpa aturan yang kokoh dan terlindungi sebagai lex specialist, niscaya urat nadi itu akan tersendat, terjadi pemborosan dan konektivitas terganggu.
Sistem yang kokoh ini sangat penting bagi Indonesia yang berbentuk kepulauan sehingga hampir tidak bisa dilakukan single moda untuk mengangkut orang atau barang dari ujung barat ke ujung timur.
Dengan sistem transportasi yang kokoh dan terpadu antara darat-laut-udara, bisa terjadi efisiensi yang pada akhirnya menurunkan berbagai macam biaya pengangkutan.
Bisa jadi nantinya smartphone yang anda pakai untuk membaca tulisan ini mungkin bisa anda beli dengan harga setengahnya jika sistim transportasi barang dan jasa sudah berjalan dengan baik.
Semoga saja Kementerian Perhubungan cepat menginisiasi terbentuknya UU Transportasi ini dan disetujui oleh DPR sehingga kebingungan transportasi dan dampak-dampaknya tidak terjadi lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.