Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Jamu dan Herbal Indonesia Dinilai Primadona yang Terabaikan

Kompas.com - 17/09/2020, 23:00 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri herbal dan jamu diprediksi akan mengalami pertumbuhan pesat, baik di pasar domestik maupun global. Namun, peluang itu belum dapat dimanfaatkan maksimal, meskipun Indonesia mempunyai varietas bahan baku untuk produk jamu dan herbal terbesar di dunia.

“Ibaratnya, industri herbal dan jamu di Indonesia seperti primadona yang belum dilirik. Industri di sektor ini masih terabaikan oleh berbagai pihak terkait. Saat tren dunia kian mengarah ke produk herbal, industri herbal dan jamu nasional masih belum bisa berkembang sesuai dengan potensi sesungguhnya," ujar Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/9/2020).

Omzet produk herbal dan jamu di pasar global saat ini diperkirakan sudah mencapai sekitar 138,350 miliar Dollar AS. Sekitar 55 persen diantara produk tersebut berupa obat-obatan herbal (herbal pharmaceuticals), sedangkan sisanya berupa produk herbal functional foods, herbal dietary supplements dan herbal beauty products.

Baca juga: OJK: Aset Penjaminan Syariah Tumbuh 36,8 Persen

Dalam lima tahun ke depan dengan perkiraan pertumbuhan 6,7 persen per tahun, omzet pasar produk tersebut diproyeksikan mencapai sekitar 218,940 miliar dollar AS pada 2026.

Sementara itu, berdasarkan data dari Kementeriaan Perindustrian, potensi nilai penjualan jamu di pasar domestik baru sekitar Rp 20 triliun dan ekspor sebesar Rp 16 triliun. Dengan capaian sebesar itu maka kontribusi produk jamu dan herbal lainnya dari Indonesia di pasar global sangat kecil.

“Indonesia perlu lebih agresif mengembangkan penelitian terhadap tanaman dan bahan baku herbal yang bisa dimanfaatkan pelaku industri mengembangkan produknya,” kata dia.

Apalagi, lanjut Rachmat, sebagian besar pelaku industri herbal dan jamu adalah tergolong industri kecil yang tidak mungkin melakukan riset sendiri. Mereka perlu dibantu melalui berbagai program pemberdayaan, termasuk membuka akses yang selebar-lebarnya terhadap berbagai hasil riset dan pengembangan tanaman herbal dan jamu.

Dia optimis, industri jamu dan produk herbal Indonesia ke depan dipastikan semakin prospektif di pasar domestik, regional, maupun global. Ceruk pasar sektor industri berbasis kearifan lokal ini dinilai kian terbuka lebar, terutama di era pandemi Covid-19 yang belum berakhir untuk memasuki tatanan kehidupan baru dunia.

Baca juga: ILO Ingatkan Indonesia soal Kesenjangan Upah

Peluang pengembangan semakin besar karena respons masyarakat terhadap produk jamu atau tanaman obat dan produk herbal terus meningkat. Oleh karena itu, pelaku di sektor industri jamu dan herbal dinilai perlu sesegera mungkin berbenah diri melakukan adaptasi pasar dan proses produksi sesuai dengan standar kesehatan.

Para pelaku industri jamu dan herbal di era industri 4.0 harus mampu menangkap gaya hidup baru konsumen yang menginginkan produk sehat. Dengan demikian  mendorong produsen melakukan proses produksi sesuai CPOTB juga menjadi sangat penting.

“Jika semua ini dilakukan secara bertahap dan terencana, industri jamu Indonesia berpotensi besar berada di jajaran produk-produk primadona ekspor. Produk jamu dan herbal Indonesia akan sejajar berada di level pelaku industri dunia, bersama China, Korsel, dan India," ungkapnya.

Baca juga: Bambang Trihatmodjo Gugat Menkeu, Ini Penjelasan Kementerian Keuangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com