Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Strategi Investasi untuk Antisipasi Resesi

Kompas.com - 21/09/2020, 14:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Resesi ekonomi Indonesia sudah di depan mata. Jika tidak ada kejutan, seharusnya pada saat pengumuman angka Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2020 sekitar akhir Oktober / awal November nanti, secara resmi Indonesia akan dinyatakan resesi.

Lantas, bagaimana strategi investasi untuk mengantisipasi resesi tersebut?

Resesi merupakan status yang diberikan kepada suatu Negara yang PDB-nya negatif dua kuartal berturut-turut. Pada kuartal II 2020, tingkat pertumbuhan PDB Indonesia yang disebabkan PSBB pertama akibat Pandemi COVID-19 adalah -5,32 persen. Jika Kuartal III-2020 kembali negatif, maka Indonesia akan menyandang status resesi.

Dalam pemaparan Menteri Keuangan, ibu Sri Mulyani beberapa waktu yang lalu, pertumbunan PDB Kuartal III-2020 diperkirakan antara 0 sampai -2,1 persen dengan kecenderungan mengarah ke -2.1 persen karenanya adanya PSBB lebih ketat di Jakarta.

Baca juga: Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Di Bawah -2,1 Persen akibat PSBB DKI

Apakah status resesi ini berdampak terhadap kinerja investasi reksa dana?

Status resesi bukan hal yang baru dan juga bukan hanya terjadi di Indonesia. Untuk itu, ketika suatu Negara mengalami resesi bukanlah suatu hal yang mengejutkan lagi.

Yang menjadi perhatian dari investor bukanlah resesi atau tidak, tapi seberapa dalam persentase penurunan ekonominya dan apakah sesuai ekspektasi atau tidak.

Jika angkanya sesuai ekspektasi, maka hal tersebut bukan menjadi kejutan sehingga tidak terlalu berdampak juga terhadap volatilitas pasar. Namun jika ternyata turunnya lebih dalam dari -2,1 persen, maka bisa menjadi kejutan negatif. Sebaliknya jika ternyata naik, maka hal ini akan menjadi kejutan positif.

Baik itu kejutan negatif ataupun positif, efek dari pengumuman PDB ini paling hanya bertahan beberapa hari saja. Sebab data PDB itu keluarnya setiap 3 bulan, sementara harga saham, obligasi dan reksa dana berubah setiap hari. Untuk itu, dampak pengumuman ini terhadap kinerja reksa dana juga tidak lama.

Data-data ekonomi lain seperti laporan keuangan, pergerakan suku bunga, data inflasi, data neraca perdagangan dan transaksi berjalan, nilai tukar, perkembangan bursa saham Negara lain, aliran dana asing, dan sebagainya yang akan menjadi faktor penggerak.

Apa Strategi Investasi untuk mengantisipasi kondisi ini?

Resesi atau tidak, harus diakui kondisi reksa dana khususnya reksa dana berbasis saham memang kurang kondusif selama 3 tahun terakhir.

Ada sebagian kecil yang terkena kasus dan sedang masih dalam proses hukum saat ini, ada juga sebagian besar dengan pengelolaan sesuai aturan namun kinerjanya masih negatif karena faktor IHSG yang juga turun.

Di sisi lain, dengan kondisi suku bunga yang terus menurun baik dari dalam maupun luar negeri, kinerja reksa dana berbasis obligasi seperti reksa dana pendapatan tetap dan campuran membukukan kinerja yang positif.

Baca juga: Ada Ancaman Resesi, Investasi Jangka Pendek Ini Cocok untuk Milenial

Meski demikian, tren negatif tidak berlangsung selamanya dalam pasar modal. Harga saham yang terus terkoreksi menunjukkan bahwa valuasi saat ini sudah semakin murah. Di sisi lain walaupun asing terus net sell, peranan dari investor domestik mampu mengangkat IHSG.

Dengan membeli reksa dana berbasis saham di valuasi yang rendah, ketika harganya rebound investor berpeluang mendapatkan capital gain yang relatif tinggi.

Untuk itu, dalam melakukan investasi reksa dana, terdapat 3 strategi yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Dana Darurat dan Dana Persiapan Investasi

Tempatkan investasi minimal sejumlah 6 – 12 bulan dari kebutuhan hidup sebagai dana darurat di Reksa Dana Pasar Uang. Alternatifnya bisa juga di deposito, tabungan atau instrumen lainnya.

Kemudian untuk dana baru yang rencananya mau dimasukkan ke reksa dana saham, campuran, pendapatan tetap atau terproteksi, apabila masih menunggu “waktu” yang tepat, dapat diparkir sementara juga di Reksa Dana Pasar Uang.

Meski sama-sama di Reksa Dana Pasar Uang, sebaiknya tidak dicampur kecuali anda memiliki money management yang baik. Sebagai alternatif, anda bisa menempatkan misalkan dana darurat di Reksa Dana Pasar Uang Syariah dan dana persiapan investasi di Reksa Dana Pasar Uang Konvensional. Bisa juga dibalik.

Maksimal 50 persen dari dana darurat Anda juga dapat dipertimbangkan untuk ditempatkan di Reksa Dana Teproteksi apabila anda yakin situasi “kedaruratan” tidak akan terjadi untuk 2-3 tahun ke depan. Sebab imbal hasil dari terproteksi biasanya lebih tinggi dibandingkan reksa dana pasar uang.

2. Alokasi Aset

Karena semua jenis reksa dana memiliki plus minus, maka untuk memanfaatkan peluang sekaligus meminimalkan risiko, investasi reksa dana dapat dibagi ke beberapa jenis reksa dana yang berbeda.

Pembagian bisa dilakukan ke Reksa Dana Saham, Reksa Dana Campuran, Reksa Dana USD, Reksa Dana Pendapatan Tetap, dan Reksa Dana Terproteksi.

Pembagian diutamakan pada jenis, bukan nama. Jika anda punya 5 produk dari Manajer Investasi yang berbeda namun jenisnya sama-sama reksa dana saham maka Anda tidak melakukan diversifikasi.

Beli dari 1 manajer investasi untuk 3 jenis produk yang berbeda saja, sudah merupakan contoh diversifikasi yang baik.

Baca juga: Investasi Jangka Panjang Vs Jangka Pendek, Ini Beda dan Untung Ruginya

Tidak ada aturan baku dalam persentase alokasi yang ideal. Investor bisa melakukan menyesuaikan dengan profil risikonya. Misalkan jika agresif, maka bobot reksa dana sahamnya lebih besar. Jika konservatif, bobot reksa dana pendapatan tetapnya lebih besar.

Karena diversifikasi sangat penting, bobot ke 1 jenis reksa dana sebaiknya tidak lebih dari 70 persen. Jika tidak ada gambaran, bisa menggunakan kisaran antara 30–70 persen untuk 1 jenis reksa dana. Sebab jika terlalu kecil, maka efek diversifikasinya juga akan kurang terasa.

Kemudian untuk jumlah produk dalam 1 jenis itu kembali ke preferensi investor. Ada baiknya tidak lebih dari 5, apakah itu hanya di 1 manajer investasi atau kombinasi dari beberapa manajer investasi.

3. Investasi Berkala dan Market Timing

Ketika nama dan pilihan produk sudah siap, langkah berikutnya adalah “eksekusi”. Untuk anda yang tidak bergerak di bidang keuangan dan investasi, tidak memantau IHSG setiap hari, metode eksekusi yang ideal adalah investasi berkala.

Investor bisa melakukan investasi berkala dengan autodebet dari rekening tabungan bank setiap bulan ke reksa dana tujuannya. Bisa juga melakukan autoinvest yang sumber dananya berasal dari reksa dana pasar uang.

Dengan demikian, tidak perlu terlalu memusingkan apakah pasar akan naik atau turun, yang penting setiap bulan dilakukan investasi ke berbagai reksa dana yang menjadi tujuan.

Namun untuk nominalnya bisa antara 50 – 75 persen dari rencana investasi. Misalkan niatnya autodebet Rp 1 juta per bulan, maka cukup Rp 500.000 per bulan dulu, sisanya ke reksa dana pasar uang. Dana ini sebagai “dana taktis” untuk masuk ketika ada kesempatan.

Ketika ada volatilitas yang tinggi seperti IHSG sampai koreksi di atas 2 persen atau ada pengumuman suku bunga dan inflasi yang membuat harga obligasi anjlok, dana taktis ini bisa digunakan. Bisa sekaligus, bisa juga dibagi beberapa kali karena volatilitas pasar bisa berlangsung selama beberapa hari.

Untuk investor yang memang kerjaannya memantau pasar atau dibantu tenaga pemasar yang memberikan informasi kondisi pasar secara up to date dan memiliki dana investasi relatif besar, biasanya lebih memilih market timing.

Cara ini memang tidak salah, namun tingkat keberhasilan sangat tergantung pada kemampuan membaca kondisi pasar dan eksekusi strateginya.

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com