Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumpang Tindih Perizinan di Daerah menjadi Awal Munculnya Omnibus Law

Kompas.com - 22/09/2020, 20:56 WIB
Ade Miranti Karunia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi dan Pakar Etika Pembangunan Berkelanjutan Sonny Keraf menjelaskan, salah satu latar belakang munculnya Omnibus Law karena adanya tumpang tindih perizinan di berbagai daerah.

"Tidak hanya oleh beberapa kepala daerah sebelumnya dan kemudian penggantinya, tetapi juga dengan kepala daerah yang sama, bisa dalam satu lokasi diberikan izin sehingga tumpang tindih," katanya dalam webinar virtual, Selasa (22/9/2020).

Tumpang tindih pemberian izin tersebut menyebabkan berbagai macam masalah. Oleh karena itulah, muncullah ide pemerintah pusat adanya Omnibus Law.

Baca juga: Perizinan Tumpang Tindih, Kepala BKPM: Teman-teman Juga Muak Melihatnya...

"Tentu saja sekali lagi catatan saya bahwa di dalam kenyataannya ada juga beberapa kepala daerah yang bagus dan harus kita apresiasi. Walaupun dengan otonomi daerah, mereka diberikan wewenang untuk mengembangkan ekonomi agar mensejahterakan di daerahnya dengan memacu pemberian izin," katanya.

Sonny yang juga politisi PDI Perjuangan ini memberikan catatan terkait Omnibus Law. Salah satunya tentang pemberian judul RUU Cipta Kerja yang dinilai kurang pantas.

"Betul kita membutuhkan lapangan kerja untuk bisa menjamin kehidupan ekonomi yang lebih baik. Tetapi, kalau itu yang menjadi konsep kita maka judulnya saja harus diubah. Judulnya harusnya Omnibus Law Perlindungan dan Penciptaan Lapangan Kerja," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com