Realisasi utang pemerintah untuk membiayai anggaran hingga akhir Agustus 2020 telah mencapai Rp 693,6 triliun. Bendahara Negara menjelaskan, jumlah tersebut setara dengan 57,2 persen dari perkiraan yang dicantumkan dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020 yang mencapai Rp 1.220,5 triliun.
Adapun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 285,1 triliun, utang yang ditarik pemerintah meningkat 143,3 persen.
"Beban APBN kita luar biasa berat, dan ini terlihat dari sisi pembiayaan," ujar Sri Mulyani ketika memberikan keterangan dalam APBN KiTa, Selasa (22/9/2020).
Baca juga: Resesi Kian Dekat, Simak Petuah Warren Buffett soal Investasi di Masa Sulit
Secara lebih rinci, Sri Mulyani menjelaskan, utang tersebut sebagian besar berupa penerbitan SBN yang mencapai Rp 671,6 triliun atau 57,2 persen dari rencana penerbitan SBN tahun ini yang mencapai Rp 1.173,7 triliun.
Peningkatan nilai penerbitan SBN tersebut mencapai 131 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 290,7 triliun. Adapun lainnya berupa pinjaman sebesar Rp 22 triliun.
"Kalau dilihat memang ada kenaikan luar biasa dari SBN," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, dari sisi pembiayaan investasi hingga akhir Agustus realisasinya mencapai Rp 27,2 triliun. Investasi tersebut disalurkan kepada BUMN sebesar Rp 11,3 truliun, Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp 11 triliun, dan lembaga atau badan lainnya sebesar Rp 5 triliun.
"Kalau dilihat dari target Perpres itu Rp 257,1 triliun," ujar Sri Mulyani. Adapun untuk pemberian pinjaman hingga akhir Agustus realisasinya mencapai Rp 1,7 triliun dan kewajiban penjaminan terealisasi Rp 400 miliar.
Baca juga: [POPULER MONEY] Heboh FinCEN Files | RI Siap-siap Resesi
Kementerian Keuangan pun memperkirakan defisit APBN tahun ini bakal kian melebar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, defisit APBN 2020 diperkirakan bakal melampaui target yang terdapat dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020.
Di dalam Perpres tersebut, defisit APBN ditargetkan sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Dengan ada pandemi defisit 6,34 persen, kemungkinan ada melebar lagi, kita monitor seperti apa," ujar Luky ketika memberikan keterangan dalam APBN KiTa, Selasa (22/9/2020).
Baca juga: Ada Ancaman Resesi, Investasi Jangka Pendek Ini Cocok untuk Milenial