Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Saatnya Menguasai Kembali Pasar Penerbangan Domestik

Kompas.com - 23/09/2020, 14:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ayo Indonesia terbang lagi

Sebenarnya di tahun 2019, dunia penerbangan Indonesia tengah berhadapan dengan gejolak ketiga, yang belum sempat untuk diatasi dengan tuntas. Gejolak ini adalah isu tarif pesawat yang di klaim banyak pihak sebagai “mahal sekali”. Isu ini merupakan resultante dari selesainya perang harga yang diikuti banyak kecelakaan serta bergugurannya maskapai penerbangan domestik.

Dengan jumlah maskapai yang tinggal sedikit, dan kondisi kelelahan dalam alur panjang perang harga “adu murah” tiket , dengan sangat terpaksa mereka harus kembali pada perhitungan normal yang tentu saja pasti akan dinilai menjadi “mahal sekali” oleh para pengguna jasa angkutan udara.

Pengguna jasa angkutan udara dalam negeri sudah terlanjur dimanja oleh harga tiket produk dari hasil perang adu murah pada tenggang beberapa waktu lamanya. Harga yang bukan harga sebenarnya.

Pada titik inilah, maka kita semua baru menyadari terhadap realita yang terjadi, bahwasanya selama ini keuntungan dari pertumbuhan penumpang yang fantastis itu ternyata akan hanya menjadi milik sebagian saja para pihak. Bukan miliknya masyarakat luas.

Realitanya di permukaan, terlihat sulit sekali para pelaku usaha penerbangan nasional mau mengikuti imbauan pemerintah untuk menurunkan harga tiket kembali seperti semula. Mereka tidak lupa bahwa ada andil pemerintah dalam turut menciptakan pasar angkutan udara nasional hingga mencapai pada taraf yang sangat besar, akan tetapi itu adalah memang sebuah ongkos yang harus dibayar dari “perjuangan” bertahun-tahun yang telah dilakukan.

Nah, di tengah-tengah proses penyelesaian soal tarif pesawat, tiba-tiba saja kemudian muncul sang Pandemi Corona Virus Covid-19 yang memporakporandakan pasar angkutan udara global, tidak terkecuali Indonesia.

Dapat dikatakan, hampir semua maskapai penerbangan di seluruh dunia, lempar handuk dan menyerahkan diri kepada pemerintah masing-masing untuk dapat memperoleh bantuan demi menyelamatkan hidup mereka.

Market, seluruh maskapai dan investor kesemuanya berpaling kepada pemerintah untuk memohon bantuan. Mereka menyerah atau akan menghadapi kebangkrutan. Inilah momentum yang dapat dikatakan sebagai adegan “Back to Basic” atau “Back to Nature”.

Back to basic dalam pengertian kembali kepada The Real things dari The Origin Rules of the game. Kembali kepada aturan main yang mendasar, kembali kepada norma dari sebuah pemerintahan alias Government yang tugas pokoknya adalah “To Govern”, mengatur.

Kembali menjadi jelas mana yang regulator dan mana yang operator, kembali kepada peran masing-masing sesuai tugas pokok dan fungsinya. Kembali menjadi jelas siapa sebagai pemain dan siapa sebagai wasit.

Dengan pola yang seperti itulah maka akan dapat diharapkan keuntungan nantinya yang tidak hanya mengalir kepada sebagian pihak saja, tidak hanya pada pasar dan investor saja, akan tetapi mudah-mudahan, Insya Allah dapat merata kepada semuanya, merata pada kesejahteraan masyarakat luas, merata bagi kepentingan nasional.

Pemerintah dapat segera melakukan pembenahan dan penyesuaian aturan serta menetapkan sasaran jangka pendek untuk mengatasi ini semua. Dalam konteks pembenahan aturan, sudah selayaknya harus mencakup platform dari protokol kesehatan yang harus di patuhi tanpa syarat.

Namun pola kepatuhan terhadap ketentuan protokol kesehatan, hendaknya tidaklah pula akan menjadi hambatan bagi upaya membangkitkan lagi gairah penumpang dalam menggunakan kembali jasa angkutan transportasi udara. Misalnya saja tentang pembatasan yang 70 persen bagi muatan pesawat, perlu ditinjau ulang tanpa mengabaikan standar protokol kesehatan yang berlaku.

Kelengkapan HEPA, High Efficiency Particulate Air, pada kabin pesawat terbang patut pula menjadi rujukan bagi ketentuan prosentasi jumlah penumpang yang dapat diijinkan terbang.

Demikian pula mengenai subsidi, relaksasi keringanan pajak dan sejumlah fasilitas yang akomodatif sifatnya bagi dunia bisnis penerbangan. Keringanan-keringanan lain yang dapat menjadi stimulus dalam bisnis transportasi udara sudah seharusnya pula turut dikembangkan.

Pada titik inilah mungkin saja penerapan metoda “National Single Window Policy” sudah dapat mulai diterapkan dalam urusan birokrasi penerbangan nasional. Penanganan ini yang dalam lingkungan berbobot teknologi tidak punya pilihan lain dari sebuah mekanisme standar yang berorientasi kepada komando terpadu atau “Unified Command and Control”.

Adapun sasaran yang hendak dituju, setidaknya akan mencakup 2 hal penting yaitu pada bidang pengelolaan penerbangan internasional dan jejaring penerbangan domestik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com